Rabu, 08 Juni 2016

Pengertian dan sejarah Al-qur'an dan Hadist

AL-QUR’AN DAN HADIST
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Al-Qur’an dan Hadist
Dosen Pembimbing : Dra. Urwati HN, M.Pd.I
           

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

JULITA SARI                                    :           1511010295
M. MAHFUDZ NASIR         :           1511010297
MUHAMMAD HAFIZ         :           1511010309



Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQCXieOjejW9b7XnouQI9dLn1k_20XTJSXgO3q4K6dfC2GCnfUHU5k71DWUC15X3yy1sAIZ8Ql8GrJX29kA9xK3M05fX07ljz9mUXuiyuOAEAcuprg-wOD5qp-PA__jOuSPSiB6_9trFnX/s1600/Logo_IAIN_Raden_Intan_Bandar_Lampung.jpg
 










                                                     

                              
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM  FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2015/2016

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulisan makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah "Al quran Hadist". Shalawat teriring salam kami haturkan  kepada Nabi  Allah, Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau yang setia sampai akhir zaman, semoga kita semua mendapat safa’at beliau di yaumul qiamah kelak. Aamiin ya robbal ‘alamin.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing. dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulis makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami sadari  bahwa masih  banyak terdapat kekurangan dalam penulisannya, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



                                                                 Bandar Lampung, 14 Maret 2016




      Tim Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................       i
KATA PENGANTAR................................................................................      ii
DAFTAR ISI................................................................................................     iii

BAB  I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang...................................................................................      1
B.       Rumusan Masalah...............................................................................      2
C.       Tujuan.................................................................................................      2

BAB  II  PEMBAHASAN
A.    Pengertian Al-qur’an dan Hadist........................................................      3
1. Pengertian Al-Qur’an.....................................................................      3
2. Pengertian Hadist...........................................................................      5
B.    Sejarah singkat pengumpulan Al-qur’an dan Hadist..........................      7
1. Sejarah singkat Al-Qur’an..............................................................      7
2. Sejarah singkat Hadist....................................................................    10
C.    Mengetahui keotentikan Hadist.........................................................    12    
D.    Fungsi Hadist terhadap Al-qur’an......................................................    15

BAB  III  PENUTUP
            Kesimpulan.........................................................................................    18
           
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................    19






BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
     Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam pengetahuan. Sumber dari pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu naqli dan aqli. Sumber yang bersifat naqli ini merupakan pilar dari sebagian besar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia baik dalam agamanya secara khusus, maupun masalah dunia pada umumnya. Sumber yang sangat otentik bagi umat Islam dalam hal ini adalah Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.

     Allah telah menganugerahkan kepada para pendahulu yang selalu menjaga Al-Qur‘an dan hadits Nabi SAW. Mereka adalah orang-orang jujur, amanah, dan memegang janji. Sebagian diantara mereka mencurahkan perhatiannya terhadap Al-Qur’an dan ilmunya yaitu para mufassir, dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga hadits Nabi dan ilmunya, mereka para ahli hadits.

     Dalam rangka studi Al-Qur’an dan Hadist yang mulia ini diperlukan upaya yang tidak mudah. Para guru besar serta ulama terkenal telah banyak menyita waktu dan pikirannya untuk mendalami wahyu dan mukjizatyang diturunkan oleh Allah SWT. Sehingga mereka telah banyak meninggalkan khazanah ilmu pengetahuan yang luar biasa banyaknya, bahkan melimpah ruah dan tidak akan habis sepanjang masa.

     Namun, sekalipun seluruh tenaga untuk mendalami Al-Qur’an dan Hadist telah dicurahkan, mereka tetap saja masih kekurangan waktu karena begitu luasnya ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al-qur’an dan Hadist itu. Itulah sebabnya, diperlukan penyelam yang terjun kedalamnyaagar dapat mengambil mutiara dan Permata Al-Qur’an dan Hadist dari dasarnya.

     Hal itu karena Al-Quran dan Hadist merupakan wahyu Allah dan mukjizat yang dapat menjadi pedoman hidup manusia. Manusia yang ingin hidup bahagia di dunia dan akhirat harus memahami serta mengamalkan Al-Quran dan Hadist.

B.  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibicarakan beberapa permasalahan, sebagai berikut:

1.    Apa pengertian Al-qur’an dan Hadist ?
2.    Jelaskan sejarah singkat pengumpulan Al-qur’an dan Hadist ?
3.    Bagaimana mengetahui keotentikan Hadist ?
4.    Jelaskan fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an ?

C.  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Umum/Islam yang ada di IAIN Raden Intan Lampung, selain itu penulisan makalah ini juga bertujuan untuk:

1.    Pengertian Al-qur’an dan Hadist.
2.    Sejarah singkat pengumpulan Al-qur’an dan Hadist.
3.    Mengetahui keotentikan Hadist.
4.    Fungsi Hadist terhadap Al-qur’an.











BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Al-Qur’an dan Hadist
1. Pengertian Al-Qur’an
a.Secara etimologi (bahasa)
Para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan kata Al-Quran dari sisi derivasi (isytiqaq), cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat atau kata jadian. Para ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkannya menggunakan hamzah pun telah terpecah dalam dua pendapat :

1.    Sebagian dari mereka, di antaranya Al-Lihyani, berkata bahwa kata Al-Quran merupakan kata jadian dari kata dasar qara'a (membaca)yKata ini kemudian dijadikan sebagai nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi kita, Muhammad SAW. Mereka merujuk firman Allah [1]:

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُۥ وَقُرْءَانَهُۥ (١٧) فَإِذَا قَرَأْنَٰهُ فَٱتَّبِعْ قُرْءَانَهُۥ (١٨)

Artinya:"Sesungguhnya alas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya niaka ikutilah bacaannya itu. "
(Q.S. Al-Qiyamah: 17-18)

2.      Sebagian dari mereka, di antaranya Az-Zujaj, menjelaskan bahwa kata Al-Quran merupakan kata sifat, diambil dari kataal-qar yang artinya menghimpun surat, ayat, kisah, perintah, dan larangan, atau menghimpun intisari kita-kitab suci sebelumnya.

              Para ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkan kata Al-Qur’an tidak menggunakan hamzah pun terpecah menjadi dua kelompok :
1.    Sebagian dari mereka, di antaranya adalah AI-Asy'ari, mengatakan bahwa kata Al-Quran diambil dari kata kerja "qarana"(menyertakan) karena Al-Quran menyertakan surat, ayat, dan huruf-huruf.[2]

2.    Al-Farra' menjelaskan bahwa kata "Al-Quran" diambil dari kata dasar "qara'in" (penguat) karena Al-Quran terdiri dari ayat-ayat yang saling menguatkan, dan terdapat kemiripan antara satu ayat dan ayat-ayat lainnya.

        Pendapat lain bahwa Al-Quran sudah merupakan sebuah nama personal (al- 'alam asy-syakhsyl), bukan merupakan derivasi, bagi kitab yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW. Para ulama telah menjelaskan bahwa penamaan itu menunjukkan bahwa Al-Quran telah menghimpun intisari kitab-kitab Allah yang lain, bahkan seluruh ilmu yang ada. Hal itu sebagaimana telah diisyaratkan oleh firman Allah pada surat Al-An'am : 38

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

Artinya:
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

b. Pengertian Terminologi (Istilah)

1.    Menurut Manna' Al-Qaththan
     Kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dan yang membacanya memperoleh pahala.

2.    Menurut Al-Jurjani
Yang diturunkan kepada Rasullah SAW, yang ditulis didalam mushaf dan yang diriwayatkan tanpa keraguan

3.    Menurut Fuqaha
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad, lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah [1] sampai akhir surat An-N as [114].

2.  Pengertian Hadist
a.       Pengertian Hadis Secara Etimologi
Ibn Manzhur, kata hadis berasal dari bahasa arab yaitu al-hadits jamaknya al-ahadits dan al hudtsan. Secara etimologi kata ini memiliki banyak arti diantaranya al-jadid (yang baru)  lawan dari  al-qadim (yang lama) ,dan  al-khabar, yang berarti kabar atau berita.[3]

Di samping pengertian tersebut, M.M. Azami mendefinisikan bahwa kata hadits (arab:al-hadits) secara etimologi (lughawiyyah) berarti komunikasi, kisah, percakapan, religius, atau sekular, histori atau kontemporer.[4] Dalam Al-Qur’an kata hadis di sebutkan 23 kali.

b.    Pengertian Hadis Secara Terminologi
Secara terminologi baik muhadisin,fuqoha, ulama ataupun ulama ushul, merumuskan pengertian hadis secara berbeda-beda. perbedaan pandangan tersebut di sebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing yang tentu saja mengandun kecenderungan pada aliran ilmu yang di dalaminya.[5]
Ulama hadis mendefinisikan hadist sebagai “segala sesuatu yang di beritakan kepada Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ikhwal Nabi”.

Menurut istilah ulama ahli ushul fiqih, pengertian hadist adalah segala sesuatu yang di sandarkan kepada Habi SAW, selain Al-Qur’an Al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir nabi yang bersangkut paut dengan hokum. Adapun menurut istilah para fuqoha hadis adalah segala sesuatu yang di tetapkan nabi SAW. yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib.[6]

Perbedaan pandangan tersebut kemudian melahirkan dua macam pengertian hadist, yakni pengertian secara terbatas dan pengertian luas. pengertian hadis secara terbatas sebagaimana di kemukakan oleh jumhur Al-Muhadtsin adalah sesuatu yang di nisbathkasn kepada nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya dengan demikian menurut ulama hadis , esensi hadis adalah segala berita yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir dan hal ikhwal nabi muhammad SAW.

Adapun pengertian hadist secara luas  sebagai mana di katakan Muhammad mahfudz At-Tirmidzi adalah, Sesungguhnya hadist bukan hanya yang di marfu’kan kepada nabi Muhammad SAW, melainkan dapat pula di sebutkan pada yang mauquf dan maqtu’.

Hal ini jelas bahwa para ulama beragam dalam mendefinisikan hadist karena mereka berbeda dalam meninjau objek hadist itu sendiri. dalam khazanah ilmu hadist istilah hadist sering di sebut juga dengan istilah sunah ,khabar,dan atsar.Secara struktur hadis memiliki tiga komponen yakni sanad (rantai penutur), matan (redaksi hadis), mukharij (rawi).

B.  Sejarah singkat pengumpulan Al-qur’an dan Hadist
1.   Sejarah singkat pengumpulan Al-Qur’an
Al-Quran diturunkan dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari mulai dari malam 17 Ramadhan tahun 41dari kelahiran Nabi sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada' tahun 63dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H.[7]

a.    Proses turunnya Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW. Ini melalui tiga tahapan, yaitu:
1.   Al-Qur’an turun sekaligus dari Allah ke Lauh al Mahfuzh
2.   Al-Qur’an di turunkan dari Lauh al Mahfuzh ke Bait Al-Izzah
3.   Al-Qur’an di turunkan dari Bait Al-Izzah ke hati Nabi Muhammad berangsur-angsur melalui malaikat jibril

b.    Proses pengumpulan Al-Qur’an
1.    Proses penghapalan Al-Qur’an
Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang dirindukan Nabi. Oleh karena itu, ketika datang wahyu.Nabi langsungmenghapal dan memahaminya. Dengan demikian Nabi adalah orang pertama yang menghapal Al-Quran. Tindakan Nabi merupakan suri teladan bagi para sahabatnya.

Imam Al-Bukhari mencatat sekitar tujuh orang sahabat Nabi yang terkenal dengan hapalan Al-Qurannya, 'Abdullah bin Mas'ud, Salim bin Mi'qal (maula'-nya Abu Hudzaifah), Mu'adz bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin As-Sakan, danAbu-Darda'.

2.    Proses penulisan Al-Qur’an
a.    Pada masa Nabi
Kerinduan Nabi terhadap wahyu diekspresikan dalam bentuk hapalan saja tetapi dalam bentuk tulisan.
Nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus mencatat wahyu, yaitu Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, 'AH, Abban bin Sa'id, Khalid bin Al-Wa!id, dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan.

Ptoses penulisan Al-Quran pada masa Nabi sungguh sangat sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah korma, tulang belulang, dan batu. Kegiatannya itu didasarkan hadistNabi SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi:

"Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Quran, Barang siapa telah menulis dariku selain Al-Quran, hendak-lah ia menghapusnya." (HR.Muslim)

b.    Pada Masa Abu Bakar
Kaum muslimin melakukan konsensus untuk mengangkat Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah sepeninggal Nabi Saw. Pada awal pemerintahan Abu Bakar, terjadi kekacauan akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta pengikut-pengikutnya. Mereka menolak membayar zakat dan murtad dari Islam. Pasukan Islam yang dipimpin Khalid bin al-Walid segera menumpas gerakan itu. Peristiwa tersebut terjadi di Yamamah tahun 12 H. Akibatnya, banyak sahabat yang gugur, termasuk 70 orang yang diyakini telah hafal al-Qur’an.

Setelah syahidnya 70 huffazh, sahabat Umar ibn Khattab meminta kepada khalifah Abu Bakar, agar al-Qur’an segera dikumpulkan dalam satu mushaf. Dikhawatirkan al-Qur’an itu secara berangsur-angsur hilang, seandainya al-Qur’an itu hanya dihafal saja, karena para penghafalnya semakin berkurang.


Semula khalifah Abu Bakar itu ragu-ragu untuk mengumpulkan  dan membukukan ayat-ayat al-Qur’an, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Saw. Tapi setelah beliau shalat istikharah, kemudian beliau mendapat kesesuaian pendapat dengan usul sahabat Umar bin Khattab.

Pada waktu munaqasyah antara khalifah Abu Bakar dengan sahabat Umar diundang pula penulis wahyu pada zaman Rasul yang paling ahli yaitu Zaid bin Tsabit. Kemudian ia menyetujui pula akan gagasan itu. lalu dibentuklah sebuah tim yang dipimpin Zaid bin Tsabit dalam rangka merealisasikan mandat dan tugas suci tersebut. Pada mulanya, Zaid keberatan, tetapi akhirnya juga dapat diyakinkan.

Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukannya dalam qira’at, penulisan, pemahaman, dan kecerdasan serta kehadirannya pada masa pembacaan Rasulullah Saw yang terakhir kalinya.Zaid bin Tsabit melaksanakan tugas yang berat dan mulia tersebut dengan sangat hati-hati di bawah petunjuk Abu Bakar dan Umar. Sumber utama dalam penulisan tersebut adalah ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis dan dicatat di hadapan Nabi Saw dan hafalan para sahabat.[14] Di samping itu, untuk lebih hati-hati, catatan-catatan dan tulisan al-Qur’an tersebut baru benar-benar diakui berasal dari Nabi Saw bila disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.

c.    Pada masa Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan Utsman, wilayah negara Islam telah meluas sampai ke Tripoli Barat, Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu, Islam sudah tersebar ke beberapa wilayah di Afrika, Syiria dan Persia. Para penghafal al-Qur’an pun akhirnya menjadi tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru, yaitu silang pendapat di kalangan kaum muslimin mengenai bacaan (qira’at) al-Qur’an.
Para pemeluk Islam di masing-masing daerah mempelajari dan menerima bacaan al-Qur’an dari sahabat ahli qira’at di daerah yang bersangkutan. Penduduk Syam misalnya, belajar al-Qur’an pada Ubay bin Ka’ab. Warga Kufah berguru pada Abdullah bin Mas’ud sementara penduduk yang tinggal di Basrah berguru dan membaca al-Qur’an dengan qira’at Abu Musa al-Asy’ari.

Versi qira’at yang dimiliki dan diajarkan oleh masing-masing ahli qira’at satu sama lain berlainan. Hal ini rupanya menimbulkan dampak negatif di kalangan umat Islam waktu itu. Masing-masing saling membanggakan versi qira’at mereka dan saling mengakui bahwa versi qira’at mereka yang paling baik dan benar.

Melihat kenyataan yang memprihatinkan ini Utsman segera mengundang para sahabat dari Anshar dan Muhajirin bermusyawarah mencari jalan keluar dari masalah serius tersebut. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan agar mushaf Abu Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf. Mushaf-mushaf itu nantinya dikirim ke berbagai kota atau daerah untuk dijadikan rujukan bagi kaum muslimin terutama manakala terjadi perselisihan qira’at al-Qur’an antar mereka.

Untuk terlaksananya tugas tersebut, khalifah Utsman menunjuk satu tim yang terdiri dari empat orang sahabat, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah ibn Zubair, Sa’id ibn al-‘As dan Abdurrahman ibn al-Haris ibn Hisyam. Keempat orang ini adalah para penulis wahyu. Tim ini bertugas menyalin mushaf al-Qur’an yang tersimpan di rumah Hafsah, karena dipandang sebagai mushaf standar.

Hasil kerja tim tersebut berjudul empat mushaf al-Qur’an standar. Tiga diantaranya dikirim ke Syam, Kufah, dan Basrah dan satu mushaf ditinggalkan di Madinah untuk Utsman sendiri yang nantinya dikenal sebagai al-Mushaf al-Imam.
Adapun mushaf yang semula dari Hafsah dikembalikan lagi kepadanya. Ada juga riwayat yang mengatakan jumlah pengadaan mushaf  sebanyak 5 buah, ada lagi yang menyebut 7 buah dan dikirim selain tiga tempat di atas ke Mekkah, Yaman, dan Bahrain. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan al-Qur’an dapat diselesaikan secara tuntas, Utsman memerintahkan semua mushaf al-Qur’an yang berbeda dengan hasil kerja “panitia empat” ini segera dibakar.

2.    Sejarah Singkat Pengumpulan Hadits
Upaya kodifikasi al-Hadits secara resmi baru dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Abd. Al-Aziz khalifah BaniUmayyah yang memerintahtahun 99-101 Hijriyah, waktu yang relatif jauh  dari masa Rasulullah saw. Kenyataan ini telah memicu berbagai spekulasi berkaitan denganotentisitas al-Hadits.

Proses kodifikasi hadits atau Tadwiin Al-Hadits yang dimaksudkan adalah proses pembukuan hadits secara resmi yang dilakukan atas instruksi Khalifah, dalam hal ini adalah Khalifah Umar bin Abd al-Aziz (memerintahtahun 99-101 H). Beliau merasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk memelihara perbendaraan sunnah. Untuk itulah beliau mengeluarkan surat perintah keseluruh wilayah kekuasaannya agar setiap orang yang hafal Hadits menuliskan dan membukukannya supaya tidak ada Hadits yang akan hilang pada masa sesudahnya.

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Umar bin Abd al-Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm sebagai berikut: Perhatikanlah apa yang ada pada hadits-hadits Rasulullah saw, dan tulislah, karena aku khawatir akan terhapusnya ilmu sejalan dengan hilangnya ulama, dan janganlah engkau terima selain hadits Nabi SAW.[8].
Khalifah menginstruksikan kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm (w. 117 H) untuk mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada Amrah bint iAbd al-Rahman bin Saâd bin Zaharah al- Anshariyah (21- 98 H) dan al-Qasim bin Muhammad bin AbiBakr al-Shiddiq.Pengumpulan al-Hadits khususnya di Madinah ini belum sempat dilakukan secara lengkap oleh Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm dan akhirnya usaha ini diteruskan oleh Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri (w. 124) yang terkenal dengan sebutan Ibnu Syihab al-Zuhri. Beliaulah sarjana Hadits yang paling menonjol di jamannya.

Atas dasar ini Umar bin Abd al-Aziz pun memerintahkan kepada anak buahnya untuk menemui beliau. Dari sini jelaslah bahwa Tadwin al-Hadits bukanlah semata-mata taktib al-Hadits (penulisan al-Hadits).Tadwin al-Hadits atau kodifikasi al-Hadits merupakan kegiatan pengumpulan al-Hadits dan penulisannya secara besar-besaran yang disponsori oleh pemerintah (khalifah). Sedangkan kegiatan penulisan al-Hadits sendiri secara tidak resmi telah berlangsung sejak masa Rasulullah saw masih hidup dan berlanjut terus hingga masa kodifikasi.[9]

C.    Mengetahui keotentikan Hadist
1. Periwayatan Hadist
Menurut istilah ilmu hadis, yang dimaksud dengan al-riwayat atau periwayatan hadis ialah kegiatan penerimaan dan penyampaian hadist,  serta penyandaran hadis itu kepada rangkaian para periwayat nya dengan bentuk-bentuk tertentu. Seseorang tidak berhak meriwayatkan hadis tersebut apabila menghilangkan kata-kata atau menambah kan atau kata-katanya sendiri, sehingga tereproduksilah hadist-hadist yang hanya sesuai dengan pemahamannya sendiri mengenai hadis-hadis tersebut[10]
Orang yang telah menerima hadis dari seorang periwayat , tetapi dia tidak menyampaikan hadis itu kepada orang lain , maka dia tidak dapat disebut sebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadis. “Sekiranya orang tersebut menyampaikan hadis yang telah diterimanya kepada orang lain, Tetapi ketika menyampaikan hadis itu dia tidak menyebutkan rangkaian periwayatnya,  maka orang tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadis”[11]

Dan adapula pendapat lain tentang pengertian periwayatan hadist namun mempunyai makna yang sama, yaitu adapun yang dimaksud Periwayatan hadits adalah proses penerimaan (naql dan tahammul) hadits oleh seorang rawi dari gurunya dan setelah dipahami, dihafalkan, dihayati, diamalkan, ditulis di-tadwin (tahrir), dan disampaikan kepada orang lain sebagai murid (ada’) dengan menyebutkan sumber pemberitaan riwayat tersebut[12]

2.    Periwayatan Hadis Secara Makna
Membicarakan matan hadist harus bertolak dari sejarah. Pada zaman Nabi tidak seluruh hadis ditulis oleh parasahabat nabi. Hadis nabi disampaikan oleh sahabat kepada periwayat lain lebih banyak berlangsung secara lisan. Hadis nabi yang dimungkinkan diriwayatkan secara lafal oleh sahabat sebagai pertama hanyalah hadis yang dalam bentuk sabda. Sedang hadis yang tidak dalam bentuk sabdahanya di mungkinkan dapat diriwayatkan secara makna[13]

Periwayatan hadis yang dilakukan secara makna, adalah penyebab terjadinya perbedaan kandungan atau redaksi matan dari suatu hadis. Adapun Sahabat yang membolehkan periwayatan hadis secara makna adalah:

a.     ‘Abd Allah ibn Mas’ut
Dalam meriwatkan hadis beliau menggunakan kata-kata” Bersabda Rasulullah SAW begini, atau seperti itu, atau mendekati pengertian ini.

b.      ‘Aisyah r.a.
Dalam periwayatan hadis dengan redaksi yang berbeda, namun maknanya sama tidak mengapa yaitu boleh dilakukan
Dikalangan tabi’in dan ulama yang membolehkan periwayatan hadis secara makna adalah  Al-Hasan al-bashri, Ibrahim al-Nakha’i, dn ‘Amir al-Sya’bi.

3. Takhrij
Pengertian takhrij hadits, takhrij menurut lughat berasal dari kata khoroja  yang berarti tampak atau jelas. takhrij secara bahasa berarti juga berkumpulnya dua perkara yang saling berlawanan dalam satu persoalan, namun secara mutlak, ia diartikan oleh para ahli bahasa dengan arti ‘mengeluarkan’ (al-istinbath), melatih atau membiasakan (at-tadrib) dan menghadapkan (at-taujih).

Takhrij menurut istilah adalah penunjukan terhadap tempat hadis didalam sumber aslinya yang di jelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan.Takhrij dapat di jelaskan sebagai berikut:
a.       Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan perawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
b.       Mengemukakan asal-usul hadis sambil di jelaskan sumber pengambilanya dari berbagai kitab hadits, yang rangkaian sanadnya berdasarkan riwayat yang telah diterimanya sendiri, atau berdasarkan rangkaian sanad gurunya, dan yang lainya.

c.       Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilanya dari kitab kitab yang di dalamnya dijelaskan metode periwayatan dan sanad hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus hadisnya, dengan demikian pentakhrijan  hadis penelusuran dan pencarian hadis dalam berbagai kitab hadis (sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan), baik menyangkut materi atau isi (matan), maupun jalur periwayatanya (sanad) hadis yang dikemukakan.

Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. tujuan lainya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadis tersebut. dengan ini kita dapat mengetahui hadis yang pengutipanya memperhatikan kaidah ulumul hadis yang berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.

D.    Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Al-qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainnya. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.

Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumumanisi al-qur’antersebut.Hal tersebut sesuai dengan firman Alloh SWT:


“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang di turunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir.” (QS. AN-Nahl(16):44)

Fungsi hadits Rosul sebagai penjelas (bayan) Al-Qur’an itu bermacam-macam.Berikut pembahasannya satu-persatu :
1.      Bayan  at-Taqrir
Di sebut juga dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat Yang dimaksud dengan bayan inii adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan di dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.Suatu contoh hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi;
(فإذا رأيتم الهلا ل فصوموا  وإذا رأيتموه فأفطروا (رواه مسلم
”Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, mka berpuasalah , juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah” . (HR.Muslim)
Hadits ini men taqrirayat Al-Qur’an di bawah ini;
فمن شهد منكم الشّهر فليصمه
Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa... (QS. AL-Baqarah(2): 185)
2.      Bayan al-Tafsir
Adalah kehadiran hadits yang berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-qur-an yang masih bersifat global (mujmal) , memberikan persyaratan /batasan ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak , dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat umum.
Ayat-ayat Al-qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, syarat-syarat, sebab-sebabnya, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasululloh SAW, melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut.contoh haditsnya;
 (صلّوا كما رأيتموني أصلّي  (رواه البخارى
‘Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat” .( HR. Bukhori)
Hadits menjelaskan bagaimana mendirikan sholat. Sebab Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci. salah satu ayat yang memerintahkan sholat adalah:
وأقيمواالصّلاة واتو الزّكاة واركعو مع الرّاكعين
“Dan kerjakanlah sholat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.  (QS.Al-Baqarah (2): 43)                                   
Sedangkan contoh hadits yang membatasi ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak seperti:
أوتي رسول الله صلى الله عليه وسلّم بسارق فقطع يده من مفصل الكهفّ
Rasululloh SAW. didatangi seseorang dengan membawa pencuri , maka beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan”
     Hadits ini men-taqyid/ membatasi QS. Al-Maidah (5) :38 yang berbunyi:
والسارق والسارقة فا قطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالا من الله والله عزيز حكيم
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagian) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan siksadariAlloh SWT.
3.      Bayan Tasyri’
Yang di maksud dengan bayan tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak di dapati dalam Al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Hadits-hadits Rasululloh yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua orang wanita bersaudara , hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak












BABIII
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pengertian Al-Qur’an secara etimologi (bahasa) adalah Sebagian dari mereka, di antaranya Al-Lihyani, berkata bahwa kata Al-Quran merupakan kata jadian dari kata dasar qara'a (membaca)yKata ini kemudian dijadikan sebagai nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi kita, Muhammad SAW

Pengertian Hadis Secara Etimologi adalah Ibn Manzhur, kata hadis berasal dari bahasa arab yaitu al-hadits jamaknya al-ahadits dan al hudtsan. Secara etimologi kata ini memiliki banyak arti diantaranya al-jadid (yang baru)  lawan dari  al-qadim (yang lama) ,dan  al-khabar, yang berarti kabar atau berita

Al-qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainnya. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumumanisi al-qur’antersebut
Fungsinya adalah
1.    Bayan  at-Taqrir
2.    Bayan al-Tafsir
3.    Bayan Tasyri’







DAFTAR PUSTAKA

Agus Solahudin, Agus Suyadi, 2008, Ulumul Hadist, Bandung : CV. Pustaka.
Anwar Rosihon. Ululmul Qur’an.Bandung.2000.Pustaka setia.
Azami, Muhammad Musthafa, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (terjemahan Ali Mustafa            Yaqub), PustakaFirdaus, Jakarta, 1994
G. H. A .Juynboll, 1999Kontroversi Hadis di Mesir .Cet. 1; Bandung: MizanAnggota IKAPI.
Rajab,2011KaidahKesahihanMatanHadist Cet. I; Yogyakarta :Grha Guru.




[1]Anwar Rosihon.Ululmul Qur’an. 2000. Hlm.29-30
[2][2]Anwar Rosihon.Ululmul Qur’an. 2000. Hlm.32
[3] Muhammad Ibn Mukaram Ibn Manzhur.lisan al-arab.juz II.1992.hlmn.131
[4] M.M.Azami.Studies in Hadis methedology and Literature. Trj.Meth Kieraha.jakarta:Lentera.2003.hlmn.21-23
[5] Endang Soetari.Ilmu Hadis:Kajian riwayah dan Diniyah.Bandung:Mimbar Pustaka.2005.hlmn.2
[6] Muhammad Ajaj Al_Khattib.As-Sunah Qobla At-Tadwin,Kairo:Maktabah Wahbah.1975.hlm.19
[7][7]Anwar Rosihon.Ululmul Qur’an. 2000. Hlm.37
[8]Shahih al-Bukhari, Juz I. hal

[9]Azami, Muhammad Musthafa., HadisNabawidanSejarahKodifikasinya (terjemahan Ali Mustafa Yaqub), PustakaFirdaus, Jakarta, 1994
[10] G. H. A .Juynboll, KontroversiHadis di Mesir(Cet. 1; Bandung: MizanAnggota IKAPI, 1999), h. 167.
[11] Prof. Dr. H. M. Syuhudi Ismail, KaedahKesahihanHadis( Cet. 2; Jakarta: PT BulanBintang, 1995), h. 23.
[12] Drs. Sa’dullahAssa’idi, MA, Hadis-HadisSekte, (Cet. I; Yogyakarta :PustakaPelajar, 1996), h. 37.
[13] Dr. Rajab, M. Ag, KaidahKesahihanMatanHadis(Cet. I; Yogyakarta :Grha Guru, 2011), h. 43.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Umat islam akan menyesal jika tidak memperhatikan hal ini

Perhatikanlah hadis nabi yang di kutip dari kitab  berikut ini. سَيَأْتِيْ زَمَانٌ عَلَى اُمَّتِيْ يَفِرُّوْنَ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَ...