PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASADEMOKRASI LIBERAL DAN TERPIMPIN(1950-1966)
Dosen pembimbing:
Ka’ Eriksan.M.Pd.I
Disusun Oleh:
M.Mahfudz Nasir :
1511010297
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN INTAN
LAMPUNG TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT.yang
telah melimpahkan rahmat, taufik,serta hidayahnya,sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendidikan
islam pada masa demokrasi liberal dan terpimpin”. Makalah ini di susun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“ Sejarah pendidikan islam “.
Demikian pengantar yang dapat
penulis sampaikan,dimana penulis pun sadar bahwasanya penyusun hanyalah seorang
manusia yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan
hanyalam milik Allah SWT. Sehingga dalam penulisan dan penyusunan masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif dan senantiasa penulis terima dalam upaya
evaluasi diri
Akhirnya penulis hanya bias
berharap bahwa dibalik tidak
kesempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini dapat di temukan sesuatu yang
bisa memberikan manfaat dan hikmah bagi penulis,pembaca dan bagi seluruh
mahasiswa mahasiswi institute agama
islam negeri raden itan lampung
Amiin amiin amiin ya mujibassailiin
Bandar lampung, 31 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Hal
KATA
PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
BAB
I
PENDAHULUAN
.................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
C. Tujuan Penyusunan............................................................................ 2
BAB
II
PEMBAHASAN
...................................................................................... 3
A.
Prinsip-Prinsip Pendidikan Nasional Di Indonesia.............................. 3
B.
Pendidikan islam Pada masa Demokrasi Liberal................................. 4
C.
Pendidikan Islam pada Masa Demokrasi Terpimpin........................... 10
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 17
Daftar Pustaka......................................................................................... 18
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendidikan islam di
Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan
secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang
sudah terhitung modern. Lembaga pendidikan islam telah memainkan fungsi dan
perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya.
Perkembangan
lembaga-lembaga pendidikan tersebut telah menarik perhatian para ahli baik dari
dalam maupun luar negeri untuk melakukan studi ilmiah secara komprehensif. Kini
sudah banyak hasil karya penelitian para ahli yang menginformasikan tentang
pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan islam tersebut.
Tujuannya selain untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa
keislaman juga sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi para pengelola
pendidikan islam pada masa-masa berikutnya.
Pada era Demokrasi pun Pendidikan
Indonesia Mengalami Pengembangan-Pengembangan, Seperti Perkembangan pendidikan
Nasional Pada Masa demokrasi liberal dan
demokrasi terpimpin yang megimplikasikan pada kebijakan kebijakan agama pun
harus kita kaji terutama pendidikan islam.
Namaun Sebelum Mengkaji tentang
Pendidikan Agama Pada Masa Demokrasi Lebih baik Kita mengkaji terlebih dahulu
tentang hakikat Pendidikan.
A.
Rumusan Masalah
a.
Apa hakikat
dari pendidikan ?
b.
Apa
prinsip-prinsip pendidikan di indonesia?
c.
Bagaimana
Pendidikan Islam Pada Masa Demokrasi Liberal Dan Terpimpin?
B.
Tujuan
Penyusunan
a.
Pemenuhan tugas
Mata pelajaran Sejarah Pendidikan Islam.
b.
Untuk menambah
Wawasan Mengenai Pendidikan Pada Masa demokrasi Liberal Dan Terpimpin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-Prinsip Pendidikan Nasional Di Indonesia
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untukmengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luarsekolah berlangsung seumur hidup.
Oleh karenanya agar pendidikan dapatdimiliki oleh sebuah rakyat sesuai dengan
kemampuan masing-masing
individu.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari
undang-undangSistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1.
Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia
pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2.
Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh,
yang mengandung terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan
idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistim pendidikan
nasionaldilaksanakan secara swasta, menyeluruh dan terpadu. Semesta dalam artiterbuka
bagi seluruh rakyat, dan berlaku di seluruh wilayah negara,menyeluruh dalam
arti mencakup semua jalur. Jenjang dan jenispendidikan, dan terpadu dalam arti
adanya saling keterkaitan antarapendidikan nasional dengan seluruh usaha
pembangunan nasional.Di samping hal itu, peluang untuk berkembangnya
pendidikanIslam secara integrasi dalam Sistem Pendidikan Nasional bisa
dilihatdalam beberapa pasal sebagai berikut:
a.
Pasal 1 ayat 2, pendidikan nasional adalah
pendidikan yang terakhir pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
b.
Pasal 4, tentang tujuan pendidikan nasional,
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
bertakwa dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, pribadi yang mantap dan
mandiri.
c.
Pasal 10, pendidikan keluarga merupakan bagian
dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, moral dan ketrampilan.
d.
Pasal 47, ciri khas suatu pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.[1]
Pada saat demokrasi liberal di awal tahun 1950 pendidikan diatur dalam
Undang-Undang Sementara (UUDS) 1950. Tujuan dan dasar pendidikan termuat dalam
UU No.4 tahun 1950 yang diberlakukan untuk seluruh Indonesia. Karena terjadi
ketegangan yang berkisar pada masalah pendidikan agama, khususnya agama islam
maka setelah empat tahun baru diundangkan menjadi UU No.12 tahun1954 tentang
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Undang-undang No 12 tahun 1954 berlaku
hingga tahun 1959.
Sistem persekolahan secara formal
pada saat itu terdiri dari jenjang pendidikan TK, rendah, menengah,
&tinggi. Usaha penyesuaian yang dilakukan antara lain: Bahasa
Indonesia menjadi bahasa pengantar untuk semua SR negeri termasuk SR
partikelir dan subsidi. Penyelenggaraan Pendidikan dimulai dengan Persiapan
kewajiban belajar dengan menyusun rencana 10 tahun kewajiban belajar
dengan daerah uji coba Pasuruan dan Jepara. PP No.65 tahun
1951: penyerahan urusan sekolah rendah ke pemerintah propinsi kecuali SR
patian. Peraturan bersama antara Mentri Pendidikan & Mentri Agama
mengatur tentang pendidikan agama, Pendidikan masyarakat dan Partisipasi
pendidikan swasta.[2]
B.
Pendidikan islam Pada masa
Demokrasi Liberal
a. Pendidikan
Setelah diadakan pengalihan pendidikan dari pemerintah Belanda kepada
pemerintah RIS tahun 1950, oleh mentri pendidikan Dr. Abu Hannifah, disusun
sebuah konsep pendidikan yang menitik beratkan pada spesialisasi. Garis besar
konsep tersebut mencakup berbagai hal diantaranya adalah pendidikan umum dan
pendidikan teknik dilaksanakan dengan perbandingan 3 : 1. Bagi setiap sekolah
umum mulai dari bawah ke atas diadakan 1 sekolah teknik. Sebagai lanjutannya
adalah sekolah teknik menengah dan sekolah teknik atas yang masing-masing
ditempuh dalam 3 tahun.
Sistem pendidikan diadakan dengan
titik berat desentralisasi, yaitu dari sekolah dasar hingga sekolah menengah
pertama menjadi urutan daerah dan supervisi pusat. Sekolah menengah atas
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat baik mengenai masalah keuangan maupun
mata pelajaran. Dalamrangka konsolidasi universitas-universitas negara,
dikeluarkan Undang-Undang Darurat No. 7 tahun 1950 yang mewajibkan Mentri
Pendidikn Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia Serikat, jika perlu
mengambil tindakan dari peraturan yang berlaku dan lain lain.
Dalam pelaksanannya tanggal 2 Februari 1950 Ir. Surachman diangkakt menjadi
Rektor Universitas Indonesia. Selama periode domookrasi liberal berdasarkan
peraturan pemerintah No. 57 tahun 1954 yang mulai berlaku tangal 10 November
1954 didirikan sebuah universitaslain di Jawa, yaitu Universitas Airlangga di
Surabaya. Perluasan universitas-universitas di luar Jawa direalisasikan dengan
dikeluarkannya PP No. 23, 1 September yang menetapkan berdirinya Universitas Hasanudin
di Makasar, serta PP No. 24 tahun 1956 yang menetapkan berdirinya Universitas
Andalas di Bukittinggi. Kemudian berutrurt-turut berdasarkan PP No. 37 tahun
1957 mulai 1 September 1957 di Bnadung didirikan Universitas Padjajaran, serta
dengan PP No. 48 tahun 1957 tanggal 1 September 1957 didirikan Universitas
Sumatra Utara di Medan.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah Indonesia saat itu untukmengeluarkan
formula dan sistem pendidikan nasional. Selain denganmengeluarkan berbagai
kebijakan di atas Pemerintah memfasilitasibeberapa Kongres pendidikan. Kongres
pendidikan pertama dilaku kan di Solo tahun 1947, yang kemudian ditindaklanjuti
dengan adanyaPanitia Pembentukan Rencana Undang-undang Pokok Pendidikandan
Pengajaran pada tahun 1948 oleh Menteri PP dan K Mr. AliSastroamidjojo, juga
Kongres Pendidikan di Jogyakarta tahun 1949.Keseluruhan hasil kongres tersebut
merupakan bahan berarti bagilahirnya Undang-undang Pendidikan dan Pengajaran
(UUPP) No.4tahun 1950. Inilah undang-undang pertama tentang pendidikannasional
di republik ini.
Undang-undang ini dikeluarkan diJogjakarta, pada 4 April 1950, di saat
Indonesia berbentuk RepublikIndonesia Serikat yang berlangsung sejak 27
Desember 1949 sampaidengan 17 Agustus 1950. Ketika era RIS berakhir dan kembali
kebentuk negara kesatuan pada 17 Agustus 190, undang-undangtersebut kemudian
berlaku secara Nasional, yakni ke seluruh eksnegara bagian RIS . Namun baru
tahun 1954, melalui UU No. 12 tahun1954 yang dikeluarkan pada 18 Maret 1954,
ditetapkan pemberlakuanUU PP No.4 tahun 1950 untuk seluruh Indonesia.10UU PP
No. 4 tahun 1950, terdiri dari 17 bab dan 30 pasal ditambahpenjelasan umum.
Pasal-pasal mengenai pendidikan agama dimuatdalam pasal 20 ayat 1 dan 211 “Dalam
sekolah-sekolah negeri diadakanpelajaran agama, orang tua murid menetapkan
apakah anak-anak akanmengikuti pelajaran tersebut,” (Pasal 20, ayat
1). “Cara menyelenggarakanpengajaran agama di sekolah negeri diatur dalam
peraturan yang ditetapkan[3]oleh
Mentri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bersama-sama denganMentri Agama,” (Pasal
20, ayat 2).
Keberadaan sekolah-sekolah swasta baik yang bercirikan ke-agamaan maupun
tidak, juga sudah tercantum dan diakui secaraformal dalam pasal 13 ayat 1 dan 2
dari UU ini:12 “Atas dasar kebebasantiap-tiap warga negara menganut
suatu agama atau keyakinan hidup makakesempatan leluasa diberikan untuk
mendirikan dan menyelenggarakansekolah-sekolah partikulir”,(pasal 13 ayat
1). “Peraturan-peraturan yangkhusus tentang sekolah sekolah partikulir
ditetapkan dalam undang-undang,” (pasal 13 ayat 2).Setelah UU tersebut
dikeluarkan, pemerintah membentuk panitiabersama yang dipimpin oleh Prof.
Mahmud Yunus dari DepartemenAgama dan Mr. Hadi dari Departemen PP & K.
Hasil rumusan dari
panitia tersebut adalah sebuah SKB yang dikeluarkan Januari 1951yang
isinya:[4]
1. Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat(Sekolah Dasar)
2. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya diKalimantan,
Sumatra dan lain-lain), maka pendidikan agamadiberikanmulai kelas I SR dengan catatan
bahwa mutu penge-tahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan
dengansekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
3. Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas (umum dankejuruan)
diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
4. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10orang dalam
satu kelas dan mendapat izin dari orang tua/walinya.
5. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materipendidikan
agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Dari SKB di atas, juga dapat dilihat bahwa keputusan pemerintahmemasukkan
pendidikan agama dalam kurikulum resmi, yang me-negaskan keputusan tahun 1946,
di mana pendidikan agama di-terapkan sejak kelas IV SR untuk Jawa, sedangkan di
daerah-daerahyang agamanya kuat, mulai kelas I SR. Kenyataan tersebut memperlihatkan
adanya keragaman dan perbedaan penerapan pendidikanagama di beberapa wilayah di
Indonesia.[5] Dengan
demikian, pelajar-an Pendidikan Agama di sekolah umum pada mulanya
diberikanhanya tingkat SMP (tahun 1945), setahun kemudian mengalamiperubahan,
yakni diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat.Setelah itu, pada 16 Juli 1951
kedua menteri tersebut mengeluarkan peraturan bersama dengan tujuan memperbaiki
peraturanpertama pada poin khusus tanpa memberikan perubahan yangesensial. Akan
tetapi dalam penjelasan resmi untuk peraturan ini,terlihat adanya suatu
perbedaan yang oleh umat Islam dianggapsedikit diskriminatif terhadap mereka.[6]Peratuaran
pertama yangdimaksud adalah peraturan yang dikeluarkan pada Januari 1951.Di
bulan Juli 1951 itu, tertanggal 16 Juli 1951, Menteri Pendidikan,Pengajaran dan
Kebudayaan dengan No. 17678/Kab. dan MenteriAgama dengan No. K/I/9180,
mengeluarkan peraturan bersama(Surat Keputusan Bersama) tentang pendidikan
Agama. Berikut isiperaturan bersama itu:[7]
1.
Di tiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan umum (umumdan vak)
diberikan pendidikan agama (pasal 1).
2.
Di sekolah-sekolah Rendah, pendidikan agama dimulai dari kelas4, banyaknya
2 (dua) jam pelajaran dalam satu minggu (Pasal 2 ayat1)
3.
Di lingkungan yang istimewa, pendidikan agama dapat dimulai diKelas I dan
jamnya dapat ditambah menurut kebutuhan tetapitidak melebihi 4 jam seminggu
dengan ketentuan bahwa mutupengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itu
tidak bolehdikurangi dibandingkan sekolah-sekolah rendah di lain-lain lingkungan
(Pasal 2, ayat 2)
4.
Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas, baik sekolah-sekolah
umum maupun vak diberikan pendidikan Agama 2 (dua)jam pelajaran tiap-tiap
minggu (Pasal 3)
5.
Pendidikan agama diberikan menurut Agama murid masing-masing.
6.
Pendidikan Agama diberikan kepada sesuatu kelas yang mempunyai murid
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang yangmenganut suatu macam agama (Pasal 4,
ayat 2)
7.
Murid dalam suatu kelas yang memeluk Agama lain daripada yangsedang
diajarkan pada suatu waktu dan murid-murid yang meskipun memeluk Agama yang sedang
diajarkan, tetapi tidak mendapat izin dari orang tuanya untuk mengikuti
pelajaran itu, Bolehmeninggalkan kelasnya selama jam pelajaran Agama itu (pasal
4ayat 3).
Ketetapan lain dari peraturan baru ini juga menyebutkan bahwagereja Kristen
sudah mempunyai hirarki tersendiri dan mempunyaiahli agama yang berpendidikan
akademis, sehingga pihak Kristenboleh menentukan pelajarannya sendiri. Akan
tetapi karena pihakIslam belum mempunyai tenaga akademis yang cukup, mereka
harusmendapat pedoman didaktis dan metodis dari Menteri Pendidikan,Pengajaran
dan Kebudayaan.
Sejak tahun 1951 itulah lembaga pendidikan swasta bermunculan,baik dalam
bentuk meneruskan kegiatan yang telah ada sebelumnyamaupun dalam bentuk
mendirikan sekolah-sekolah baru. Sekolah-sekolah swasta tersebut selain
bercirikan keagamaan, terdapat pulasekolah-sekolah yang bercirikan kebangsaan
dan netral.
Setelah itu ada upaya penyempurnaan yang disahkan oleh MenteriAgama pada
tahun 1952.Sebenarnya, usaha ini merupakan kerja sama antara Menteri Agama (No.
K/1/15771) dengan Menteri PP danK (No. 36923/Kab) yang mengeluarkan instruksi
pada 14 Oktober1952, sebagai pedoman pelaksanaan SKB tahun 1951 di atas
tentangpengawasan pelajaran Agama yang dilakukan oleh DepartemenAgama. Pada
pasal 9 dinyatakan bahwa terhadap sekolah-sekolahpertikulir, pengurusannya atas
dasar permintaan langsung yangbersangkutan kepada kantor pendidikan agama
tingkat propinsi.Kemudian, pada tahun 1958, keluar PP No. 32/1958, di mana
dalampasal 5 disebutkan bahwa sekolah berdasarkan suatu agama ataukepercayaan
tertentu mendapat bantuan dimaksud pasal 4 ayat 1, 2, 3,dengan persyaratan
harus memberikan kebebasan pada murid-muridnya, pegawai-pegawainya dan tenaga
pengajarnya untuk memeluk agama/kepercayaannya yang mendasari sekolah
tersebut.Sejak awal dekade 50-an itulah atau antara tahun 1950, 1954sampai
dengan tahun 1959, dunia pendidikan nasional berjalan di atas“payung” UU PP dan
K 1950/1954 dan spirit UUD 1945, yang mengacu pada sistem pemerintahan
demokrasi parlementer. Di sampingitu, pendidikan agama dikelola sepenuhnya
oleh Departemen Agama.Oleh pengamat seperti Abdul Racman Assegaf, hal ini
menunjukkanbahwa pendidikan agama belum terintegrasi dalam sistem pendidikan
nasional.
Pada masa ini, kurikulum dan pengajaran pendidikan agama disekolah-sekolah
negeri dilaksanakan dengan sangat longgar, disamping jam pelajaran yang relatif
minim, nilai mata pelajaran tidakmenentukan naik kelas. Sedangkan di
sekolah-sekolah swasta,pelaksanaannya bervariasi.Meski demikian, respon dan
reaksi sejumlah kalangan masyarakatatas kebijakan pendidikan mulai muncul pada
tahun-tahun sejak 1950-an. Pada tahun 1950 ini, ketika Undang-undang Pendidikan
danPengajaran (UUPP) pertama kali disusun, telah muncul perdebatan.Menurut
Malik Fajar--sebagaimana dikutip Abdul Rachman Assegaf-
perdebatan itu berkisar pada masalah lembaga pendidikan agama,khususnya
agama Islam yang sudah berkembang di daerah-daerah.Saat terjadi perdebatan.
C.
Pendidikan Islam pada Masa Demokrasi Terpimpin
Sejak Dekrit Presiden Soekarno, 5 Juli 1959, mulai terjadi perubahan arah
politik yang di kemudian hari mempengaruhi iklim pendidikan nasional. Perubahan
tersebut, terutama terletak pada “konsep”tujuan pendidikan nasional. UU No.
4/1950 atau UU No. 12/1954menetapkan bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran
adalah “Membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratisserta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masayarakat dantanah air,”
(pasal 3).Setelah itu pelan tapi pasti tujuan dan arahpendidikan nasional
mengalami pergeseran seiring dengan iklimpolitik pemerintah Soekarno yang
menganut sistem DemokrasiTerpimpin. Soekarno memperkuat dekrit tersebut dengan
sebuahManifesto Politik dan USDEK (UUD 1945, Sosialisme IndonesiaDemokrasi
Terpimpin, Kepribadian Indonesia) yang disampaikanpada 17 Agustus1959. Pengaruh
dan kekuatan politik presidensedemikian kuat, sehingga baik Dekrit maupun
Manipol menjadi“acuan” bagi MPRS yang bersidang di tahun 1960.MPRS mengeluarkan
TAP MPRS No. II/MPRS/1960. Dalam TAPitu, Pada Bab II pasal 5 dinyatakan
“Menyelenggarakan kebijaksanaandan sistem pendidikan nasional menuju ke arah
pembentukan tenaga-tenaga ahli dalam pembangunan sesuai dengan syarat-syarat manusiasosialis
Indonesia, yaitu berwatak luhur. Kemudian, pada pasal 2ayat 1 disebutkan,
“Melaksanakan Manipol Usdek di bidangmental/agama/kebudayaan dengan syarat
spiritual dan material agarsetiap warga negara dapat mengembangkan
kepribadiannya dankebangsaan Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh
burukkebudayaan asing”. Setelah itu, yang terkait langsung denganpendidikan
agama terletak dalam Bab yang sama (Bab II) pasal 3,“Pendidikan agama menjadi
mata pelajaran di sekolah-sekolah umummulai sekolah rendah (SD) sampai
universitas, dengan pengertianbahwa murid berhak tidak ikut serta dalam
pendidikan agama jikawali/murid dewasa menyatakan keberatannya.
Kebijakan-kebijakan di atas, juga diikuti oleh pihak KementrianPendidikan
dan Pengajaran, di mana pada 17 agustus 1959, Prijono Menteri Muda Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan mengeluarkan Instruksi No. 1 yang disebut Sapta Usaha Tama, yang
terdiri:
pertama, penertiban aparatur dan
usaha-usaha kementrian Pendidikan,Pengajaran dan Kebudayaan.
Kedua, menggiatkan kesenian dan olah raga.
Ketiga, mengharuskan “usaha halaman”.
Keempat, mengharuskanpenabungan.
Kelima, mewajibkan usaha-usaha Koperasi.
Keenam,mengadakan kelas masyarakat.
Ketujuh, membentuk “regu kerja” dikalangan SLA dan
Universitas.
Kemudian, pada 17 Agustus 1961,Prijono mengeluarkan instruksi No. 2 berisi
3 (tiga) hal :
Pertama,Menegaskan Pancasila dengan
Manipol sebagai pelengkapnya,sebagai asas pendidikan nasional.
Kedua, menetapkan PancaWardhana sebagai
sistem pendidikan yang berisikan prinsip-prinsip:
1)
Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional/ internasional/keagamaan.
2)
Perkembangan intelegensi.
3)
Perkembangan emosional-artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir
danbatin.
4)
Perkembangan keprigelan (kerajinan) tangan.
5)
Perkembangan jasmani. Ketiga, menyelenggarakan hari Krida
atau hari untukkegiatan–kegiatan dalam lapangan kebudayaan, kesenian,
olahragadan permainan pada tiap-tiap hari Sabtu.
Sejak saat itu, seluruh kegiatan sekolah, baik kurikuler
maupunekstrakulikuler banyak berubah dan disesuaikan dengan instruksi diatas.
Kemudian, sistem Pancawardhana itu disempurnakan melaluiberbagai keputusan
Presiden, diantaranya Keppres No. 19, tanggal 25Agustus 1965.Pancasila dan Manipol
Usdek menjadi “Ideologi” pendidikan nasional saat itu, dan menjadi pelajaran
wajib dari pendidikan dasarsampai pendidikan tinggi. Mengenai pendidikan agama,
terdapatperbedaan antara UUPP No. 4 tahun 1950, pasal 20 ayat 1 dengan TAPMPRS
No. II/MPRS/1960 Bab II Pasal 3. Bila UUPP No. 4 tahun 1950,pasal 20 ayat 1
menyatakan bahwa “sekolah-sekolah negeri diadakanpelajaran agama, orang
tua murid menetapkan apakah anaknya akanmengikuti pelajaran tersebut,” maka
pada TAP MPRS No.II/MPRS/1960Bab II Pasal 3 ditetapkan bahwa “Pendidikan
agama menjadi matapelajaran di sekolah-sekolah umum mulai sekolah rendah
(dasar) sampaiUniversitas, dengan pengertian bahwa murid berhak tidak ikut
serta dalampendidikan agama jika wali/murid dewasa menyatakan keberatannya”.
Pengaruh Manipol Usdek juga nampak pada UU No.
22/1961tentang Perguruan Tinggi. Pada Bab I Pasal 2 disebutkan bahwatujuan
pendidikan, terutama dilingkungan Perguruan Tinggi adalahmembentuk manusia
susila yang bertanggngjawab akan terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia yang
adil dan makmur, material daspiritual. Kata-kata ‘bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia’, menunjukkan adanya pengaruh yang
sangat
kuat dari “Ideologi” Manipol Usdek.Rezim
Demokrasi Terpimpin era Manipol Usdek juga mengeluarkan Kurikulum Sekolah Dasar
1964, SMP 1962 dan SMA(sebelumnya tahun 1952), diganti tahun 1961, kemudian
1964, yangdiberlakukan pada tahun 1965. Sejak tahun 1964 pula, istilah
SekolahRakyat diganti menjadi Sekolah Dasar.Kurikulum SD 1964 terdiri atas lima
kelompok bidang studi atauwardhana, yang meliputi:[8]
Bidang Studi SD Kurikulum 1964
No Kelompok/Wardhana Pelajaran/Bidang Studi
1. Wardhana
PerkembanganMoral Pendidikan
Kemasyarakatan
(gabungan dan kewarganegaraan)
Agama/Budi Pekerti
2. Wardhana
Perkembangan KecerdasanBahasa
Indonesia
Berhitung
Pengetahuan Alamiah
3. Wardhana
Perkembangan Emosional/Artistik
Pendidikan Kesenian (seniSuara/musik,
Seni Lukis/Rupa,
SeniTari,
Seni
Sastra/Drama
4. Wardhana
PerkembanganKeprigelan PertanianPeternakan
Industri Kecil Pekerjaan
Tangan
Koperasi/Tabungan
Keprigelan lain
5. Wardhana
Perkembangan Pendidikan
Jasmani/
KesehatanJasmani
Kemudian Kurikulum SMP mengalami perubahan dan
dikeluarkan pada tahun 1962, yang dilaksanakan dalam tahun ajaran1962/1963
(Kurikulum SMP ini berlaku sampai tahun ajaran1968/1969 di zaman Orde Baru).
Kurikulum SMP 1962 ini disebut juga dengan Kurikulum Gaya Baru. Kurikulumnya
terdiri atas 4kelompok:[9]
Kurikulum SMP 1962
No Kelompok Pelajaran/Bidang
Studi
1. Kelompok
Dasar Civics (kewarganegaraan)
Bahasa Indonesia
Sejarah Kebangsaan
Ilmu Bumi Indonesia
Pendidikan Agama/Budi Pekerti
Pendidikan Jasmani/Kesehatan
2. Kelompok
Cipta Bahasa
Daerah
Bahasa Inggris
Ilmu Aljabar
Ilmu Ukur
Ilmu Alam
Ilmu Hayat
Ilmu Bumi Sedunia
Sejarah Dunia
Ilmu Administrasi
3.
Kelompok Rasa/Karsa Menggambar
Kesenian
Prakarya
Kesejahteraan Keluarga
4.
Krida Pelajaran yang mengembangkan
minat,bakat
dan potensi siswa
Seperti telah disingung
bahwa kurikulum SMA selama era Soekarno mengalami perubahan tiga kali, yaitu
tahun 1952(Demokrasi Parlementer), 1961 dan tahun 1964 (DemokrasiTerpimpin).
Kurikulum 1952 dikembangkan dalam konferensiDirektur SMA yang dilaksanakan di
Bogor, 31 Januari-6 Februari 1952.SMA terdiri dari bagian A (Bahasa/Sastra),
bagian B (Ilmu Pasti danAlam), bagian C (Ekonomi).
Adapun kurikulum SMA tahun 1961
dikembangkan melalui pertemuan antara SMA Teladan Surakarta dalam konferensi
yang diselenggarakan pada 6-13 November 1961. Konferensi ini hanya mengembangkan
kurikulum 1952 dengan menghasilkan keputusan tentang tujuan pendidikan SMA,
penggolongan mata pelajaran SMA yang dibagi dalam empat kelompok: kelompok
dasar, khusus,
penyerta dan prakarya. Konferensi juga memutuskan bahwapenjurusan di SMA
dimulai kelas III dan menghapus jurusan A, B,dan C di atas, lalu menggantinya
dengan jurusan Budaya, Sosial, IlmuPasti dan Ilmu Alam. Kurikulum SMA 1961 ini
lantas disebut denganistilah Kurikulum Gaya Baru.38 Tidak ada perubahan
yang berartidalam mata pelajaran. Pelajaran Pendidikan Agama tetap dimasukkan
dalam kurikulum SMA.Menyusul berbagai hasil rumusan kurikulum di atas dan
berbagaikebijakan dalam dunia pendidikan tersebut, semangat Manipol Usdek
dan Sosialisme ala Soekarno memuncak pada tahun 1965,
denganmengeluarkan Keputusan Presiden R.I No. 145 Th 1965 tentang Namadan
Rumusan Induk Sistem Pendidikan Nasional. Di sini ditetapkanbahwa tujuan
pendidikan nasional baik yang diselenggarakanpemerintah maupun pihak swasta,
dari pendidikan prasekolah sampaipendidikan tinggi supaya melahirkan warga
negara sosialis, yangbertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat
sosialisIndonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun material dan
yangberjiwa Pancasila, yaitu:
a) Ketuhanan Yang Maha Esa,
b)Perikemanusiaan yang Adil dan Beradab,
c) Kebangsaan,
d)Kerakyatan,
e) Keadilan Sosial seperti yang dijelaskan
oleh
Manipol/USDEK39Dari uraian di atas, pendidikan agama menjadi bagian dari
filsafatManipol Usdek, terintegasi ke dalam konsep Panca Wardhanaperkembangan moral
untuk jenjang Sekolah Dasar. Pada jenjang SMPPendidikan Agama masuk dalam
Kelompok Dasar, dan begitu masukSMA, Pendidikan Agama hanya menjadi kelompok
pelajaranpelengkap. Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikansiswa,
maka semakin berkurang pula posisi dan urgensi pendidikanAgama. Sementara, pada
saat yang sama, tujuan pendidikan nasionaladalah menciptakan masyarakat
sosialis Indonesia.Ideologi Manipol Usdek yang diterapkan kepada semua
sekolahitu, ternyata ditolak oleh banyak masyarakat karena dinilai bercorakkiri
dan dipengaruhi oleh ideologisme komunisme.[10]Kebijakan
Soekarno dalam bidang pendidikan ini terus berlanjut.
Pada Sekolah Dasar yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasapengantar
di kelas I, II, dan III, pendidikan agama/budi pekertidialokasikan sebanyak 2
jam pelajaran tiap minggu, kecuali kelas Ihanya 1 jam pelajaran. Hal yang sama
juga berlaku bagi Sekolah Dasaryang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar darikelas I. Ini berarti bahwa porsi pendidikan agama/budi pekerti
hanyadiberikan sebanyak 5,9% dari total pelajaran umum yang berjumlah36 jam
pelajaran perminggu per kelas. Adapun yang menyusunRencana Pendidikan
Agama adalah Departemen Agama, setelahdisetujui oleh Kementerian Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan,atas usul instansi agama yang bersangkutan
Seperti halnya SD, Pendidikan Agama di SMP diusahakan
dan di-selenggarakan oleh Departemen Agama dengan beberapa ketentuan:
1. Guru-guru agama (termasuk staf guru pada sekolahnya)
ditempat- kan serta diangkat oleh Departemen Agama.
2. Rencana Pelajaran Agama dibuat oleh Departemen Agama
dan disampaikan kepada sekolah-sekolah yang bersangkutan.
3. Jam pelajaran agama termasuk dalam daftar jam
pelajaran pada tiap-tiap sekolah.
Pada tingkat SMA, pendidikan Agama/Budi Pekerti
dikategorikan dalam kelompok pelengkap--meski semula dimasukkan dalam kelompok
dasar dengan alokasi waktu selama 2 jam pelajaran tiapminggu tiap kelas, tanpa
membedakan jurusan yang dipilih sejakkelas II. Yang spesifik dalam Rencana
Pendidikan 1964 adalahpenempatan Pelajaran Agama sebagai pelajaran alternatif,
bilamanaseorang murid tidak mengikuti pelajaran agama, ia harus
mengikutipelajaran Budi Pekerti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untukmengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luarsekolah berlangsung seumur hidup. Oleh
karenanya agar pendidikan dapatdimiliki oleh sebuah rakyat sesuai dengan
kemampuan masing-masing
individu.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari
undang-undangSistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1.
Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia
pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2.
Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang
tangguh, yang mengandung terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran,
paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan
landasan demikian, sistim pendidikan nasionaldilaksanakan secara swasta, menyeluruh
dan terpadu. Semesta dalam artiterbuka bagi seluruh rakyat, dan berlaku di
seluruh wilayah negara,menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur. Jenjang dan
jenispendidikan, dan terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan
antarapendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.
Pada saat demokrasi liberal di awal tahun 1950 pendidikan diatur dalam
Undang-Undang Sementara (UUDS) 1950. Tujuan dan dasar pendidikan termuat dalam
UU No.4 tahun 1950 yang diberlakukan untuk seluruh Indonesia. Karena terjadi
ketegangan yang berkisar pada masalah pendidikan agama, khususnya agama islam
maka setelah empat tahun baru diundangkan menjadi UU No.12 tahun1954 tentang
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Undang-undang No 12 tahun 1954 berlaku
hingga tahun 1959.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf,
Abd. Rachman. Politik Pendidikan Nasional: Pergeseran Kebijakan
Pendidikan Agama Islam dari Pra-proklamasi ke Reformasi.Jogjakarta: Kurnia
Kalam, 2005.
A. Steenbrink, Karel. Pesantren Madrasah,
Sekolah: Pendidikan Islam dalanKurun Modern. Jakarta: LP3ES, 1994.
Dewantara,
Ki Hajar. Pendidikan. Jogjakarta: Majelis Luhur PersatuanTaman
Siswa, 1977.
Mudyaharjo,
Redja. Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi Awal tentangDasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia.Jakarta: Rajawali,
2002.
Mustafa, A.
dan Abdullah Aly. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.Bandung:
Pustaka Setia, 1999.
Soepardo
et.al. Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia: Civics. Jakarta:Dinas
Penerbitan Balai Pustaka, 1962.
Tilaar, H.A.R. Lima
Puluh Tahun Pengembangan pendidikan Nasional1945-1995: Suatu Analisa Kebijakan.
Jakarta : Grasindo, 1995.
Wiryokusuma,
Iskandar dan Usman Mulyadi. Dasar-Dasar Pengem-bangan Kurikulum.
Jakarta: Bina Aksara, 1988.
[2]
http://sainsalquranlearning.blogspot.co.id/2011/12/tinjauan-kebijakan-sistem-pendidikan.html
[3]H.A.R Tilaar, Lima Puluh TahunPengembangan pendidikan
Nasional 1945-1995: Suatu Analisa Kebijakan.Jakart :Grasindo,1995), hlm. 71-76
[4]Mustafa dan Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 1999.
hlm. 124-125.
[6]Karel. A. Steenbrink, Pesantren Madrasah,
Sekolah: Pendidikan Islam dalan KurunModern. Jakarta: LP3ES, 1994),
hlm. 93.
[8]Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, hlm. 416-418
[9] Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi Awal
tentangDasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rajawali, 2002. hlm. 416-418
[10]Assegaf, Politik Pendidika: Pergeseran Kebijakan Pendidikan
Agama Islam dari Pra proklamasi ke Reformasi. Jogjakarta: Kurnia Kalam, 2005, hlm. 219-220.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar