Hakikat Dan Sumber Pengetahuan
Disusun guna
memenuhi tugas
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pembimbing : Bpk. Idham Juanda, M.Pd.I
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
11
Fitriyani : 1511010270
Gusnaldi
Prayuda : 1511010273
M.
Mahfudz Nasir : 1511010297
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2015/2016
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulisan makalah ini dapat selesai
tepat pada waktunya. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah "Filsafat Ilmu".
Shalawat teriring salam kami haturkan
kepada Nabi Allah, Muhammad SAW,
kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau yang setia sampai akhir
zaman, semoga kita semua mendapat safa’at beliau di yaumul qiamah kelak. Aamiin
ya robbal ‘alamin.
Selanjutnya kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing. dan kepada
segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulis
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami
sadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisannya,
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Bandar Lampung, 16 Mei
2016
Tim Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR................................................................................
i
DAFTAR
ISI................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah...............................................................................
1
C. Tujuan.................................................................................................
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hakikat Pengetahuan ........................................................... 2
B. Sumber
Pengetahuan ......................................................................... 3
C. Metode
Memperoleh Pengetahuan.....................................................
6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.........................................................................................
9
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengetahuan
berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena
manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara
sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini
terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia mengembangkan
pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini dan
berbagai problema yang menyelimuti kehidupan.
Manusia
senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini. Yang hendak diraih adalah
pengetahuan yang benar, kebenaran hidup itu. Manusia merupaka makhluk yang
berakal budi yang selalu ingin mengejar kebenaran. Dengan akal budinya, manusia
mampu mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi, yang menyangkut daya
cipta, rasa maupun karsa. Pada pembahasan makalah kali ini penulis mencoba
menjelaskan tentang pengetahuan dan ukuran kebenaran, yang meliputi hakikat
pengetahuan, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dimana atau dari mana
pengetahuan itu diperoleh, dan apakah pengetahuan tersebut merupakan
pengetahuan yang benar adanya atau sebaliknya. Serta bagaimana ukuran kebenaran
dari pengetahuan yang didapat tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Hakikat Pengetahuan ?
2. Apa Sumber Pengetahuan?
3. Bagaimana Metode Memperoleh Pengetahuan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui definisi dari pengetahuan.
2. Agar mengetahui sumber pengetahuan.
3. Agar memahami
metode memperoleh pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Hakikat Pengetahuan
Secara umum,
hakikat diartikan sebagai sesuatu yang inti, yang sebanarnya, yang sejati, yang
tak dapat berubah pengertiannya tentang sesuatu. Hakikat berasal dari bahasa
Arab haqîqah (jamaknya haqâiq) dengan kata
dasar haq, yaitu nyata, pasti, tetap yang diterjemahkan
sebagai kebenaran, kenyataan, keaslian.[1]
Secara etimologi
pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Secara terminologi dikemukakan
beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan
adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pengetahuan itu adalah
semua milik atau isi pikiran. Jadi, pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Pengetahuan dalam arti luas berarti semua kehadiran
internasional objek dalam subjek. Namun dalam artian sempit pengetahuan hanya
berarti putusan yang benar dan pasti.
Pengetahuan
memiliki makna yang lebih radikal. Namun, pengetahuan bukan hanya penyatuan
antara subjek dan objek, akan tetapi pengetahuan merupakan integrasi
keduanya yang bersifat mendalam. Artinya, pengetahuan adalah segenap
pengetahuan kita tentang suatu objek tertentu termasuk kedalamnya adalah
ilmu dan dari pengetahuan itu kita bisa membuat sebuah keputusan[2]
Orang sering
menyebutkan secara bersama-sama antara ilmu dan pengetahuan sebagai satu
istilah. Ada yang berpendapat bahwa keduanya memiliki kaitan proses. Namun, ada
juga yang memisahkan dan membedakan pengertian antara keduanya. Mohammad Adib
menyebutkan beberapa diantaranya yaitu, seorang filsuf John F. Kemeny. Ia
menggunakan ilmu dalam arti semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantara
metode ilmiah
Bagi Charles
Singer ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan. Sedangkan Harold H. Titus
mengatakan bahwa banyak orang telah mempergunakan ilmu untuk menyebut suatu
metode guna memperoleh pengetahuan yang obyektif dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Dalam
filsafat Islam, hakikat pengetahuan memiliki pengertian tersendiri. Pada
umumnya para filsuf muslim hampir mirip dengan Fenomenalisme Kant. Mereka tidak
mendewakan akal ataupun inderawi, tetapi mengakui potensi dan eksistensi
keduanya untuk mengetahui hakekat tentang segala sesuatu termasuk pengetahuan.
Para filsuf muslim masa skolastik mulai dari Al-Kindi hingga Ibnu Rusyd atau
yang lebih dikenal dengan Averoes memiliki pandangan bahwa pengetahuan pada
hakekatnya datang dari Allah. Adapun semua potensi yang ada pada manusia baik
akal, indera, hati, maupun jiwa sama-sama penting dan berperan serta secara
bersama-sama untuk menemukan hakekat tentang segala sesuatu. Pengetahuan yang
diperoleh oleh akal, indera, hati, dan jiwa kebenarannya bersifat subyektif dan
sementara, oleh karenanya harus disesuaikan dengan petunjuk al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Al-Qur’an
dan as-Sunnah merupakan petunjuk yang diberikan oleh Allah untuk membimbing
manusia menuju hakekat dan menemukan kebenaran. Karena keduanya berasal dari
Allah maka kebenaran dan pengetahuan yang tercakup di dalam keduanya merupakan
pengetahuan dan kebenaran yang berlaku sepanjang masa. Untuk itulah pengetahuan
yang diperoleh oleh potensi manusia tersebut harus disesuaikan dengan petunjuk
wahyu yang berupa al-Qur’an dan as-Sunnah.[3]
B. Sumber Pengetahuan
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya adalah dari mana
pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat. Persoalan yang
muncul tentang bagaimana proses terbentuknya pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia dapat diperoleh melalui cara pendekatan apriori maupun aposteriori.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan apriori adalah pengetahuan yang
diperoleh tanpa mengetahui proses pengalaman, baik pengalaman yang bersumber
pada panca indra maupun pengalaman batin atau jiwa. Sebaliknya, pengetahuan
yang diperoleh melalui pendekatan aposteriori adalah pengetahuan yang
diperolehnya melalui informasi dari orang lain atau pengalaman yang telah ada
sebelumnya.
Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber
pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber
pengetahuan, antara lain:
1. Empirisme
Menurut aliran ini, manusia meperoleh pengetahuan
melalui pengalamannya, kebenaran pengetahuan hanya didasarkan pada fakta-fakta
yang ada dilapangan. Pengetahuan manusia itu dapat diperoleh melalui pengalaman
yang konkret karena gejala-gejala alamiah yang terjadi dimuka bumi ini adalah
bersifat konkret dan dapat dinyatakan melalui pancaindra manusia.
Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan
memberikan dua hal, yakni kesan-kesan (impressions) dan
pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Yang dimaksud kesan-kesan
adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan
tangan terbakar. Yang dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan
yang samar-samar yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan
dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.
Berdasarkan teori ini, akal hanya megelola konsep
gagasan inderawi. Sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris
yang diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada,
itu pun sebatas ide yang kabur.
2. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal.
Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Fungsi
pancaindera hanya untuk memperoleh data-data dari alam nyata dan akalnya
menghubungkan data-data itu satu dengan yang lain. Dalam penyusunan ini akal
menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal.
Spinoza memberikan penjelasan yang lebih mudah dengan
menyusunn sistem rasionalisme atas dasar ilmu ukur. Dalil ilmu ukur merupakan
dalil kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Contohnya “sebuah garis lurus
merupakan jarak terdekat diantara dua titik”.
Kant menekankan pentingnya meneliti lebih lanjut
terhadap apa yang telah dihasilkan oleh indera dengan datanya dan dilanjutkan
oleh akal dengan melakukan penelitian yang lebih mendalam. Ia mencontohkan
bagaimana kita dapat menyimpulkan kalau kuman tipus menyebabkan demam tipus
tanpa penelitian yang mendalam dan eksperimen.
3. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari
evolusi pemahaman yang tertinggi. Intuisi adalah suatu pengetahuan yang
langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat
lahiriyah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analisis,
menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara simbolis. Karena
itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan.
Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat
diandalkan. Pengetahuan intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesa bagi
analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang
dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam
menemukan kebenaran.
Bagi Nietzchen intuisi merupakan “intelegensi yang
paling tinggi” dan bagi Maslow intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak
experience). Adapun perbedaan antara intuisi dalam filsafat barat dengan
makrifat dalam islam adalah kalau intuisi dalam filsafat barat diperoleh lewat
perenungan dan pemikiran yang konsisten, sedangkan dalam islam makifat
diperoleh lewat perenungan dan penyinaran dari Tuhan .[4]
4. Wahyu
Wahyu adalah
pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para
Nabi. Para Nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah
payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan, mereka terjadi
atas kehendak Tuhan semesta.
Pengetahuan
dengan jalan ini merupkan kekhususan para Nabi. Hal inilah yang membedakan
mereka dengan manusia-manusia lainnya. Akal meyakinkan bahwa kebenaran
pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena memang pengetahuan itu ada pada
saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya. Bagi manusia tidak ada jalan
lain kecuali menerima dan membenarkan semua yang berasal dari Nabi.
Wahyu Allah
(agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang
terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transendental.
Kepercayaan ini yang merupakan titik tolak dalam agama lewat pengkajian
selanjutnya dapat menigkatkan atau menurunkan kepercayaan itu.[5]
C. Metode
Memperoleh Pengetahuan
Selanjutnya,
manusia dalam upaya untuk memperoleh pengetahuan telah telah menggunakan
berbagai cara. Sesuai dengan perkembangan sejarah manusia, metode yang
digunakan dalam memperoleh pengetahuan mengalami gradasi yang cukup unik antara lain sebagai berikut :
1.
manusia memperoleh pengetahuan dengan cara melihat,
mendengar, membau dan memegang. Setelah manusia mengindera sesuatu yang
dilanjutkan dengan mengetahui sesuatu tersebut, maka muncul metode empirisme,
karena empirisme itu sendiri berarti pengalaman.
2.
dengan menggunakan akal yang mampu memahami sesuatu yang
lebih tinggi. Istilah-istilah abstrak, konsep atau bahkan ide-ide sederhana
sekalipun.
3.
dengan menggunakan hati nurani dan alat-alat indera dalam
memperoleh pengetahuan.
Jadi
secara singkat dapat dikatakan, metode yang digunakan manusia dalam memperoleh
pengetahuan adalah dari pengalaman indera lahir (empirisme), akal
(rasionalisme) dan rasa atau indera batin (intuisionisme).
Bila
melihat hakikat, sumber dan metode memperoleh pengetahuan di atas secara umum,
maka pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, pengetahuan mistik
merupakan pengetahuan yang pertama muncul dalam sejarah manusia. Pengetahuan
ini memiliki obyek yang abstrak supralogis atau metarasional, menggunakan paradigma mistis.
Metode yang digunakan untuk mencapai pengetahuan ini adalah dengan latihan atau
meditasi.
Kebenarannya
ditentukan oleh rasa atau dzauq.Kedua pengetahuan filsafat memiliki obyek
abstrak tapi logis. Paradigma yang digunakan adalah paradigna logis, dengan
menggunakan metode rasio atau pemikiran. Adapun kebenarannya diukur dengan
apakah pengetahuan tesebut logis atau tidak logis. Dan ketiga, pengetahuan
sains memiliki obyek empiris, mengunakan paradigma positif, metode yang harus digunakan adalah metode ilmiah,
dan kebenarannya diukur apakah pengetahuan tersebut logis dan terbukti secara
empiris atau tidak.
Pengetahuan yang dianggap benar atau valid dapat dilihat dari tingkat koherensi, korespondensi dan pragmatisnya. Dengan kata lain untuk menguji dan mengukur sebuah ide filosofis itu benar atau tidak terdapat teori yang dikembangkan para filosofis. Pertama, teori koherensi. Kebenaran pada dasarnya adalah terwujudnya konsistensi dan keharmonisan dari seluruh pernyataan. Pernyataan pada berbagai tingkatannya harus konsisten dan harmonis. Kedua, teori korespondensi. Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri. dan ketiga, teori pragmatis. Kebenaran terletak pada beberapa fungsionalnya kebenaran tersebut dalam kehidupan praktis, artinya hal tersebut mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia. Kriteria pragmatis ini juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menetukan kebenaran ilmiah dilihat dalam perspektif waktu.
Pengetahuan yang dianggap benar atau valid dapat dilihat dari tingkat koherensi, korespondensi dan pragmatisnya. Dengan kata lain untuk menguji dan mengukur sebuah ide filosofis itu benar atau tidak terdapat teori yang dikembangkan para filosofis. Pertama, teori koherensi. Kebenaran pada dasarnya adalah terwujudnya konsistensi dan keharmonisan dari seluruh pernyataan. Pernyataan pada berbagai tingkatannya harus konsisten dan harmonis. Kedua, teori korespondensi. Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri. dan ketiga, teori pragmatis. Kebenaran terletak pada beberapa fungsionalnya kebenaran tersebut dalam kehidupan praktis, artinya hal tersebut mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia. Kriteria pragmatis ini juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menetukan kebenaran ilmiah dilihat dalam perspektif waktu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari
kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of
Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang
benar (knowledge is justified true belief). Secara terminologi dikemukakan
beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan
adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pengetahuan itu adalah
semua milik atau isi pikiran. Jadi, pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu.
Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber
pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber
pengetahuan, antara lain:
1. Empirisme
2. Rasionalisme
3. Intuisi
4. Wahyu
metode
yang digunakan manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah dari pengalaman indera
lahir (empirisme), akal (rasionalisme) dan rasa atau indera batin
(intuisionisme).
DAFTAR PUSTAKA
A.Heris Hermawan,filsafat pendidikan islam,(Jakarta:Departemen
Agama Republik Indonesia,2009).
George
F. Kneller, Introduction to The Philosophy of Education, (New York:
John Wiley, 1969).
Harun
Nasution, Falsafat Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003).
Munawwir,
Kamus Al-Munawwir Arab - Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997).
Poedjawijatna, Tahu
dan Pengetahuan Pengantar ke Ilmu dan Filsafat, (Jakarta : Bina
Aksara, 1982).
[1] Munawwir, Kamus
Al-Munawwir Arab - Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), hal. 283
[2] Poedjawijatna, Tahu
dan Pengetahuan Pengantar ke Ilmu dan Filsafat, (Jakarta : Bina
Aksara, 1982), hal. 14
[4] George F.
Kneller, Introduction to The Philosophy of Education, (New
York: John Wiley, 1969), hal. 10
[5] A.Heris Hermawan,filsafat pendidikan
islam,(Jakarta:Departemen Agama Republik Indonesia,2009),Hlmn.42-43.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar