BELA NEGARA DALAM ISLAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir
Smesester (UAS) Mata Kuliah Hadis Tarbawi
Kelas : F PAI
Smester III
Dosen Pengampu
Dr.KH.Zainal Abidin,S.Ag,SH,M.Ag
Disusun Oleh :
M. Mahfudz Nasir 1511010297
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUANIAIN RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN
2016-2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan penerjemahan tentang “membela
negara dalam islam” dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya, Dan juga kami berterimakasih pada Bpk.Dr.KH.Zainal
Abidin,S.Ag SH,M,Ag Selaku Dosen Mata
Kuliah Hadis Tarbawi yang telah memberikan tugas ini kepada kami, dan telah
membimbing pembelajaran kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Mebela negara dalam
islam’, Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam Terjemahan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A.
LatarBelakang....................................................................................... 1
B.
RumusanMasalah.................................................................................. 1
C.
Tujuan................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.
Pengertian Bela Negara ........................................................................ 2
B.
Bela Negara Prespektif Islam Dalam Al-Qur’an .................................. 3
C.
Bentuk-Bentuk Penistaan Negara , Agama dan
Upaya Bela Negara.............................................................................. 7
BAB III
PENUTUP................................................................................................. 10
-
Kesimpulan .......................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu Negara akan semakin kuat pertahanannya bila saja
bangsa tersebut bersatu padu untuk memperjuangkan Negara dalam melindungi dan
membela hak hak yang dimiliki didalam suatu
Negara itu sendiri. Dalam dasar Negara
Indonesia pun sudah diterangkan tentang rasa bela Negara yaitu
terkandung dalam sila pancasila yang menjadi dasar pedoman hidup bangsa Indonesia.
Namun semakin berkembangnya
dan semakin maraknya
arus globalisasi dunia membuat lalai bangsa akan kesadaran
untuk melindungi dan membela negaranya dari ancaman-ancaman yang terjadi.
Meskipun
demikian, tujuan bangsa Indonesia
yang terkandung dalam
sila pancasila tersebut memang
memerlukan proses yang
sangat sulit untuk
mewujudkannya, kesulitan tersebut
tentunya berdasar pada kesadaran masing-masing
masyarakat akan pentingnya melindungi dan
membela Negara ini.
Mengacu
fenomena- fenomena yang terjadi
pada masyarakat umumnya
saat ini, saya memandang perlu
untuk mengangkat tema
“Bela Negara” dalam upaya untuk
menjelaskan kepada masyarakat Indonesia betapa pentingnya membela negaranya
bahkan diwajibkan. Namun kami akan melihat dari perspektif Islam dalam
Al-Qur’an. Semoga bermanfaat untuk semuanya sekaligus untuk menyadarkan masyarakat
semua betapa pentingnya
melindungi dan membela
Negara dari berbagai ancaman.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
islam memandang Bela Negara ?
2.Bagai mana
Cara mengantisipasi gerakan-gerakan Radikal ?
C. Tujuan
1. Memahami
tentang bela negara dalam islam.
2. Mengetahui
cara mengatasi gerakan-gerakan Radikal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bela Negara
Sebuah Kalimat “Bela Negara” terbentuk dari dua suku kata yaitu “Bela”
dan “Negara”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Bela semakna
dengan kata Jaga, Pelihara, dan Rawat. Kata tersebut mengandung
arti menjaga dan merawat baik-baik, melindungi dan mempertahankan, serta
menolong atau melepaskan dari bahaya. Sehingga bela negara dapat diartikan
memelihara, melindungi dan melepaskan Negara dari hal-hal yang membahayakan
terhadap keutuhan Negara tersebut. Bahaya yang muncul dengan tujuan untuk
merusak tatanan negara tidak hanya muncul dari luar, melainkan juga dari dalam.
Misalnya gerakan masyarakat atau kelompok yang tidak setuju dengan
ideologi negara, gerakan kelompok yang mensosialisasikan faham-faham ekstrim di
masyarakat, dan sejenisnya. Bahaya yang seperti ini jauh berbeda dengan bahaya
yang muncul dari luar. Apalagi yang sifat kemunculannya secara halus atau diam
diam menyebarkan faham mereka sehingga sulit untuk dihilangkan.[1]
Sebagai warga negara pun kita harus mengambil sikap
yang menjadi prinsip dalam bernegara diantaranya:
1. Kepribadian Nasional
Kepribadian nasional merupakan keseluruhan sikap,
tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia dengan ciri-ciri khusus yang
diukur dari keseluruhan cipta, cita, rasa, karsa, dan karyanya yang bersendikan
Pancasila. Nilai-nilai kepribadian nasional ini meliputi:
a. kesadaran berbangsa Indonesia
b. kebanggaan akan tradisi dan
sejarah bangsanya
c. kesendian mengabdi dan berkorban
untuk bangsa dan negara
d. perasaan senasib dan sepenanggungan dengan semua warga bangsa Indonesia
2. Persatuan
dan Kesatuan Nasional
Persatuan dan kesatuan nasional berarti suasana
persatuan yang ditandai oleh adanya kehidupan yang rukun dan damai serta bebas
dari segala perselisihan, dan suasana kesatuan yang ditandai oleh adanya ikatan
yang kokoh di antara para anggota masyarakat, berwujudkan loyalitas,
kebanggaan, saling pengertian, dan kerja sama.
3. Kemampuan
Nasional
Kemampuan nasional merupakan suatu kondisi, baik
mental spiritual maupun fisik material yang dimiliki oleh bangsa sebagai sarana
dan syarat untuk mencapai, mempertahankan, dan memelihara tujuan nasional serta
diwujudkan dalam praktek sehingga mewujudkan hasil yang nyata.
4. Disiplin
Nasional
Disiplin nasional ini berarti pernyataan sikap mental
bangsa yang melahirkan persesuaian antara tingkah laku dan perbuatan dengan
kaidah-kaidah yang berlaku sebagai wujud kesadaran berbangsa dan bernegara,
yang menimbulkan rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan negara. Kesadaran dan
semangat nasionalisme yang tumbuh dan berkembang di Indonesia berlatarbelakang
kolonialisme, dimana suku-suku bangsa yang ada di Indonesia disatukan oleh
pengalaman yang sama ketika dijajah Belanda. Lebih dalam, semua suku bangsa
(daerah) di Nusantara disatukan oleh nasib dan perjuangan yang sama untuk
melawan penjajah. Kayanya suku bangsa di Indonesia terangkum dalam sebuah
ideologi pemersatu sebagai asas hidup bernegara, bermasyarakat, dan berbangsa
yang disepakati bersama, yaitu Pancasila. [2]
Singkatnya, segala sikap bangsa yang mencerminkan
nasionalisme akan membawa negara pada keamanan, ketentraman dan kelestarian
bangsa.
B. Bela Negara Prespektif Islam dalam Al-qur’an
Islam mendukung faham kebangsaan, dalam bahasa arab dikenal dengan
kata Al-Qaumiyah. Memang kata qaum dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 322
kali, [3]
tetapi tidak cukup bagi kita untuk mengambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an
mendukung faham kebangsaan karena kata tersebut terulang banyak sekali. Apalagi
kata qaum tersebut tidak selalu bermakna sesuai dengan makna kebangsaan
yang kita fahami saat ini. Kita bisa lihat dari perkataan para nabi yang
menyeru umatnya dengan kata “yaa qaumi” walaupun kaumnya tidak beriman.
Kebangsaan yang kita fahami adalah ciri-ciri yang menandai golongan
bangsa, terambil dari kata bangsa yang berarti kesatuan dari orang-orang yang
bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan
sendiri.[4]
Ciri-ciri yang menandai golongan bangsa terdiri dari beberapa unsur
yaitu :
a. Kesatuan atau persatuan,
b. Asal keturunan,
c. Bahasa,
d. Adat istiadat,
e. Sejarah, dan
f. Cinta tanah air
Dari unsur-unsur kebangsaan diatas ternyata sama sekali tidak
bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, bahkan semua unsur yang
melahirkan faham tersebut inklusif didalam Al-Qur’an, sehingga seorang Muslim
yang baik pastilah seorang anggota suatu bangsa yang baik.[5]
Bela negara merupakan salah satu bentuk cinta tanah air, cinta
tanah air harus dibuktikan dengan praktik sebagaimana yang telah dilakukan Nabi
Muhammad saw. dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat, bukan
hanya dibuktikan melalui ungkapan populer yang
dinilai oleh sebagian orang sebagai Ungkan hadrotus syech Hasyim As’ary
., Hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman).
Al-Qur’an menggandengkan pembelaan agama dan pembelaan negara dalam
firman-Nya:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي
الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي
الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ
تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya :
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka
sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8-9).
Ahmad, al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits berkenaan dengan
turunnya ayat ini dari Asma’ binti Abu Bakar ra,
قدمت على امي
وهي مشركة فى عهدى رسول الله صلى الله عليه وسلم فا ستفتيت رسول الله صلى الله
عليه وسلم ,قلت, وهي را غبه, افأصل أمي ؟ قال : نعم صلي امك
Ibuku datang kepadaku, beliau seorang musyrik di zaman Rasulullah
saw, kemudian aku menanyakan hal ini kepada Rasulullah saw : “bolehkah aku
berbuat baik kepadanya?”, Rasulullah saw menjawab: “Ya, berbuat baiklah kepada
ibumu”. [6]
Kemudian Allah menurunkan ayat diatas untuk menegaskan bahwa tidak
dilarang berbuat baik kepada orang yang tidak memusuhi agama Allah.[7]
Artinya berbuat baik dengan siapa saja tidaklah dilarang, bahkan dengan musuh
sekalipun, karena hidayah turun hanya dari Allah swt, tidak dapat dipaksakan
oleh manusia. Dalam arti manusia tidaklah dapat memberikan hidayah kepada yang
lain, apalagi memaksa seseorang untuk mengikuti petunjuknya yang diyakini
benar.
Dari makna ayat diatas dapat difahami bahwa pembelaan terhadap
negara sama dengan pembelaan kita terhadap agama. Susunan ayatnya diawali
dengan yang menjelaskan berbuat baik dengan yang tidak memusuhi, menunjukkan
bahwa yang paling utama adalah berbuat baik itu sendiri, perdamaian dan
persatuan. Akan tetapi jika mereka memusuhi sehingga membahayakan kesejahteraan
agama dan negara, maka secara tegas mereka adalah musuh.
Nabi juga telah memberikan
anjuran membela kelompok, selama pembelaan tersebut tidak ada indikasi dosa
didalamnya.
خيركم المدافع
عن عشيرته, ما لم يأثم
Sebaik-baik
dari kamu adalah pembela keluarga besarnya, selama pembelaannya bukan dosa.[8]
Maka dari itu segala bentuk upaya penistaan agama maupun negara
harus ditindak lanjuti dengan sikap tegas. Tegas disini tidak dengan langsung
mengangkat senjata dan mengusir mereka, akan tetapi dengan jalan damai yang
disenangi oleh agama. Dimana jalan perdamaian adalah jalan yang paling baik
ditempuh oleh keduabelah pihak. Kita mengharapkan supaya mereka kembali kepada
ajaran Islam yang moderat, tidak gegabah dalam bertindak. Kita telah mendengar
bersama bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak perlu mengeluarkan fatwa atas
haramnya organisasi Negara Islam Irak dan Suriah.[9]
Ini menunjukkan bahwa gerakan ini memang sangat berbahaya dan benar-benar
keluar dari ajaran Islam yang memiliki misi di bumi ini sebagai rahmat bagi
semuanya, bukan ancaman dan kekerasan kepada manusia.
C.
Bentuk-Bentuk Penistaan Negara , Agama dan Upaya Bela Negara
Ada
banyak sekali bentuk penistaan Agama dan Negara, berikut beberapa diantaranya:
1.
Teror
Salah satu bentuk penistaan agama adalah teror terhadap negara
dengan dalih jihad di jalan Allah. Padahal Islam tidak mengajarkan sikap keras
terhadap perbedaan pendapat. Kita masih ingat tragedi bom bali satu dan dua,
kemudian teror bom di Kompas TV belum lama ini. Mereka melakukan ini dengan
alasan jihad dan surga, atau karena tidak suka jika kelompoknya disalahkan dan
dianggap berbahaya. Tindakan seperti ini merupakan tindakan yang tidak
dibenarkan oleh Islam, mengancam suatu kelompok untuk tidak berkomentar padahal
negara kita menganut faham demokrasi dimana kita bebas berpendapat. Salah satu
bentuk bela negara adalah menolak dan melindungi negara dan kelompok-kelompok
dari serangan teror, baik bentuk fisiknya maupun faham yang disebarkan.
Indonesia telah membentuk satuan anti teror yang bertugas mencari, mengawasi,
dan membersihkan teror yang ada di Indonesia, namun bentuk teror masih terus
berlanjut. Usaha yang perlu dilakukan dalam memberantas gerakan teroris adalah
dengan menanamkan cinta tanah air dan persatuan di masyarakat, dengan
memberikan pemahaman tentang terorisme dan bahayanya, sehingga masyarakat
memiliki alasan sendiri untuk cinta terhadap Indonesia, dan alasan individual
terhadap sikap anti terorisme.
2.
Radikalisme dan Ekstrimisme
Gerakan radikal telah berkembang lama di Indonesia, salah satunya
adalah gerakan mengislamkan Indonesia agar menganut Islam secara utuh. Memang
ada beberapa kelompok yang memiliki kesamaan tujuan tetapi berbeda dalam cara
yang ditempuh. Menghadapi gerakan radikal seperti ini membutuhkan bantuan dan
simpatisan dari berbagai elemen, khususnya pemerintah harus membuat tindakan
tegas, baik terhadap tindakan mereka maupun pemikirannya. Selama ini menurut
penulis Indonesia terlalu memberikan keluasan terhadap mereka yang memiliki
tujuan-tujuan ekstrim, seperti mendirikan Daulah Islamiyah dengan paksa dan
sejenisnya.
3.
Solusi menghadapi gerakan yang merusak kebangsaan
Sangat penting bagi kita sebagai warga negara Indonesia dan sebagai
umat Islam untuk membela negara dan faham kebangsaan. Hal ini dikarenakan
adanya dukungan Al-Qur’an terhadap faham kebangsaan, dan juga pelaku gerakan
kiri lahir dari golongan kita, yaitu umat Islam. Juga karena agama berperan
penting dalam masyarakat, maka agama harus bisa menyumbangkan hal-hal yang
penting bagi masyarakat, hal penting tersebut menurut Quraish Shihab ada tiga:
1)
Agama hendaknya dapat menjadi pendorong bagi kualitas sumberdaya manusia.
2)
Agama hendaknya memberikan kepada individu dan masyarakat suatu kekuatan
pendorong untuk meningkatkan partisipasi dalam karya dan kreasi mereka.
3)
Agama dengan nila-nilanya harus dapat berperan sebagai isolator yang merintangi
seseorang dari segala macam penyimpangan.[10]
Langkah-langkah solutif diperlukan untuk menanggulangi krisis
kebangsaan, gerakan yang bertolak dari keyakinan atau pemahaman tidak bijak
jika yang di lawan hanya gerakan dan tindakan-tindakannya yang menyimpang. Kita
juga perlu meluruskan pemahaman dan keyakinannya itu, tentu dengan cara yang
lembut sebagaimana yang telah dilakukan oleh teladan utama umat Islam. Salah
satu langkah dalam menangkal penyebaran faham kiri ini adalah dengan
membentengi sasaran dakwah mereka, sebagaimana disebutkan pada butir ketiga
diatas bahwa agama harus bisa menjadi isolator bagi masyarakat. Langkah ini
tentu dengan kecepatan dan ketepatan, cepat dalam arti jangan sampai sasaran
sasaran tersebut sudah lebih dahulu mendapat doktrin dari kelompok haluan
keras, dan tepat dalam arti dakwah yang
disampaikan harus lebih baik, lebih menarik dari pada yang disampaikan oleh
mereka.
Tindakan pencegahan ini bertujuan untuk membuka wawasan masyarakat
akan keluasan Islam, dan pandai memilah-milah pendapat yang mana harus diikuti,
dan mana yang harus ditolak. Bantuan pemerintah dan lembaga keagamaan seperti Majelis
Ulama Indonesia untuk merealisasikan langkah pertama ini sangat diperlukan.
Dikarenakan sasaran utama dakwah haluan keras adalah orang-orang yang awam akan
Islam, fanatik terhadap golongan lain dan memiliki pola berfikir yang sempit.
Pemerintah harus tahu tempattempat yang rawan akan penyebaran faham kiri,
kemudian meminta MUI atau lembaga keagamaan lain yang giat mensyiarkan faham
moderat untuk mengirimkan tutor bagi masyarakat setempat. Langkah lain adalah
dengan meluruskan pemahaman pelakunya, langkah ini diambil jika ada kemungkinan
bisa merubah atau mempengaruhi faham mereka. Jika tidak, maka langkah penolakan
dan pemberantasan perlu dilakukan. Sebagaimana yang disampaikan oleh ketua MUI
Din Syamsudin, bahwa tidak ada akar terorisme dan radikalisme dalam Islam.
Sehingga kita wajib menolak dan melawannya.
BAB III
PENUTUP
-Kesimpulan
Bela negara dapat diartikan memelihara, melindungi dan melepaskan
Negara dari hal-hal yang membahayakan terhadap keutuhan Negara tersebut. Bahaya
yang muncul dengan tujuan untuk merusak tatanan negara tidak hanya muncul dari
luar, melainkan juga dari dalam.
Islam mendukung faham kebangsaan, dalam bahasa arab dikenal dengan
kata Al-Qaumiyah. Memang kata qaum dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 322
kali, tetapi tidak cukup bagi kita untuk mengambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an
mendukung faham kebangsaan karena kata tersebut terulang banyak sekali. Apalagi
kata qaum tersebut tidak selalu bermakna sesuai dengan makna kebangsaan
yang kita fahami saat ini. Kita bisa lihat dari perkataan para nabi yang
menyeru umatnya dengan kata “yaa qaumi” walaupun kaumnya tidak beriman.
Kebangsaan yang kita fahami adalah ciri-ciri yang menandai golongan
bangsa, terambil dari kata bangsa yang berarti kesatuan dari orang-orang yang bersamaan
asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
al-Baqi,
Muhammad Fu’ad Abdul. (1364 H). al-Mu’jam al-Mufahros li al- Fadz al-Qur’an
al-Karim, Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah
al-Bukhari,
Muhammad Isma’il Abu Abdullah. (1422 H). Shahih Bukhari, Kairo: Dar Tuqa
al-Najah
al-Sijistani,
Abu Daud, Sunan Abu Daud. (tt). Beirut: Maktabah al-‘Ashriyah
al-Zuhaili,
Wahbah bin Musthafa. (1418 H). Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah
wa al-Manhaj, Damaskus: Dar al-Fikr al-Ma’ashir.
Shihab,
Muhammad Quraish. (2013) Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan (2013). Secercah Cahaya Ilahi, Bandung:
Mizan
Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa DEPDIKNAS. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Pusat Bahasa.
Website:
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/10/078598443/MUI-ISIS-Tak-Perlu- Diberi-Fatwa-Haram/
[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa DEPDIKNAS, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 158
[2] Ikomo3457.pdf diakses pada tanggal 15 februari 2016
[3] 2
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahros li al-Fadz al-Qur’an
al-Karim, (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1364 H), h. 583-587
[6] Muhammad
Isma’il Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo: Dar Tuqa
al-Najah, 1422 H), Juz III, h. 164
[7] Wahbah bin Musthafa al-Zuhaili, Tafsir
al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (Damaskus: Dar al-Fikr
al-Ma’ashir, 1418 H), Juz XXVIII, h. 134
[9] http :// www.tempo.co/
read/news/2014/08/10/078598443/MUI-ISIS-Tak-Perlu-Diberi-Fatwa- Haram. diakses pada
09-Mei-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar