Sabtu, 25 Maret 2017

BELA NEGARA DALAM ISLAM


BELA NEGARA DALAM ISLAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Smesester (UAS) Mata Kuliah Hadis Tarbawi
Kelas : F PAI
Smester III
Dosen Pengampu
Dr.KH.Zainal Abidin,S.Ag,SH,M.Ag

Disusun Oleh :

M. Mahfudz Nasir                       1511010297


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUANIAIN RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2016-2017


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penerjemahan tentang “membela negara dalam islam” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya, Dan juga kami berterimakasih pada Bpk.Dr.KH.Zainal Abidin,S.Ag SH,M,Ag  Selaku Dosen Mata Kuliah Hadis Tarbawi yang telah memberikan tugas ini kepada kami, dan telah membimbing pembelajaran kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Mebela negara dalam islam’, Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam Terjemahan  ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.



Bandar Lampung,7 Januari 2017



Penyusun
DAFTAR ISI
     
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A.    LatarBelakang....................................................................................... 1
B.    RumusanMasalah.................................................................................. 1
C.    Tujuan................................................................................................... 1

BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.    Pengertian Bela Negara ........................................................................ 2
B.     Bela Negara Prespektif Islam Dalam Al-Qur’an .................................. 3
C.     Bentuk-Bentuk Penistaan Negara , Agama dan
 Upaya Bela Negara.............................................................................. 7


BAB III
PENUTUP................................................................................................. 10
-          Kesimpulan .......................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu Negara akan semakin kuat pertahanannya bila saja bangsa tersebut bersatu padu untuk memperjuangkan Negara dalam melindungi dan membela hak hak yang dimiliki didalam suatu  Negara  itu  sendiri. Dalam  dasar Negara  Indonesia pun  sudah  diterangkan tentang rasa bela Negara yaitu terkandung dalam sila pancasila yang menjadi dasar pedoman hidup bangsa Indonesia. Namun  semakin  berkembangnya  dan  semakin  maraknya  arus  globalisasi   dunia membuat lalai bangsa akan kesadaran untuk melindungi dan membela negaranya dari ancaman-ancaman yang terjadi.
Meskipun  demikian, tujuan  bangsa  Indonesia  yang  terkandung  dalam  sila  pancasila tersebut  memang  memerlukan  proses  yang  sangat  sulit  untuk  mewujudkannya, kesulitan tersebut  tentunya  berdasar  pada  kesadaran  masing-masing  masyarakat  akan  pentingnya melindungi  dan  membela  Negara  ini.
Mengacu  fenomena- fenomena  yang  terjadi  pada  masyarakat  umumnya  saat  ini, saya memandang perlu untuk  mengangkat  tema  “Bela  Negara” dalam upaya untuk menjelaskan kepada masyarakat Indonesia betapa pentingnya membela negaranya bahkan diwajibkan. Namun kami akan melihat dari perspektif Islam dalam Al-Qur’an. Semoga bermanfaat untuk semuanya sekaligus  untuk menyadarkan  masyarakat  semua  betapa  pentingnya  melindungi  dan  membela  Negara dari berbagai ancaman.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana islam memandang Bela Negara ?
2.Bagai mana Cara mengantisipasi gerakan-gerakan Radikal ?

C. Tujuan
1. Memahami tentang bela negara dalam islam.
2. Mengetahui cara mengatasi gerakan-gerakan Radikal.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bela Negara
Sebuah Kalimat “Bela Negara” terbentuk dari dua suku kata yaitu “Bela” dan “Negara”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Bela semakna dengan kata Jaga, Pelihara, dan Rawat. Kata tersebut mengandung arti menjaga dan merawat baik-baik, melindungi dan mempertahankan, serta menolong atau melepaskan dari bahaya. Sehingga bela negara dapat diartikan memelihara, melindungi dan melepaskan Negara dari hal-hal yang membahayakan terhadap keutuhan Negara tersebut. Bahaya yang muncul dengan tujuan untuk merusak tatanan negara tidak hanya muncul dari luar, melainkan juga dari dalam.
Misalnya gerakan masyarakat atau kelompok yang tidak setuju dengan ideologi negara, gerakan kelompok yang mensosialisasikan faham-faham ekstrim di masyarakat, dan sejenisnya. Bahaya yang seperti ini jauh berbeda dengan bahaya yang muncul dari luar. Apalagi yang sifat kemunculannya secara halus atau diam diam menyebarkan faham mereka sehingga sulit untuk dihilangkan.[1]
Sebagai warga negara pun kita harus mengambil sikap yang menjadi prinsip dalam bernegara diantaranya:
1. Kepribadian Nasional
Kepribadian nasional merupakan keseluruhan sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia dengan ciri-ciri khusus yang diukur dari keseluruhan cipta, cita, rasa, karsa, dan karyanya yang bersendikan Pancasila. Nilai-nilai kepribadian nasional ini meliputi:
a.  kesadaran berbangsa Indonesia
b.  kebanggaan akan tradisi dan sejarah bangsanya
c.  kesendian mengabdi dan berkorban untuk bangsa dan negara
d. perasaan senasib dan sepenanggungan dengan semua warga bangsa Indonesia


2.  Persatuan dan Kesatuan Nasional
Persatuan dan kesatuan nasional berarti suasana persatuan yang ditandai oleh adanya kehidupan yang rukun dan damai serta bebas dari segala perselisihan, dan suasana kesatuan yang ditandai oleh adanya ikatan yang kokoh di antara para anggota masyarakat, berwujudkan loyalitas, kebanggaan, saling pengertian, dan kerja sama.
3.  Kemampuan Nasional
Kemampuan nasional merupakan suatu kondisi, baik mental spiritual maupun fisik material yang dimiliki oleh bangsa sebagai sarana dan syarat untuk mencapai, mempertahankan, dan memelihara tujuan nasional serta diwujudkan dalam praktek sehingga mewujudkan hasil yang nyata.
4.  Disiplin Nasional
Disiplin nasional ini berarti pernyataan sikap mental bangsa yang melahirkan persesuaian antara tingkah laku dan perbuatan dengan kaidah-kaidah yang berlaku sebagai wujud kesadaran berbangsa dan bernegara, yang menimbulkan rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan negara. Kesadaran dan semangat nasionalisme yang tumbuh dan berkembang di Indonesia berlatarbelakang kolonialisme, dimana suku-suku bangsa yang ada di Indonesia disatukan oleh pengalaman yang sama ketika dijajah Belanda. Lebih dalam, semua suku bangsa (daerah) di Nusantara disatukan oleh nasib dan perjuangan yang sama untuk melawan penjajah. Kayanya suku bangsa di Indonesia terangkum dalam sebuah ideologi pemersatu sebagai asas hidup bernegara, bermasyarakat, dan berbangsa yang disepakati bersama, yaitu Pancasila. [2]
Singkatnya, segala sikap bangsa yang mencerminkan nasionalisme akan membawa negara pada keamanan, ketentraman dan kelestarian bangsa.

B. Bela Negara Prespektif Islam dalam Al-qur’an
Islam mendukung faham kebangsaan, dalam bahasa arab dikenal dengan kata Al-Qaumiyah. Memang kata qaum dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 322 kali, [3] tetapi tidak cukup bagi kita untuk mengambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an mendukung faham kebangsaan karena kata tersebut terulang banyak sekali. Apalagi kata qaum tersebut tidak selalu bermakna sesuai dengan makna kebangsaan yang kita fahami saat ini. Kita bisa lihat dari perkataan para nabi yang menyeru umatnya dengan kata “yaa qaumi” walaupun kaumnya tidak beriman.
Kebangsaan yang kita fahami adalah ciri-ciri yang menandai golongan bangsa, terambil dari kata bangsa yang berarti kesatuan dari orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.[4]
Ciri-ciri yang menandai golongan bangsa terdiri dari beberapa unsur yaitu :
a. Kesatuan atau persatuan,
b. Asal keturunan,
c. Bahasa,
d. Adat istiadat,
e. Sejarah, dan
f. Cinta tanah air
Dari unsur-unsur kebangsaan diatas ternyata sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, bahkan semua unsur yang melahirkan faham tersebut inklusif didalam Al-Qur’an, sehingga seorang Muslim yang baik pastilah seorang anggota suatu bangsa yang baik.[5]
Bela negara merupakan salah satu bentuk cinta tanah air, cinta tanah air harus dibuktikan dengan praktik sebagaimana yang telah dilakukan Nabi Muhammad saw. dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat, bukan hanya dibuktikan melalui ungkapan populer yang  dinilai oleh sebagian orang sebagai Ungkan hadrotus syech Hasyim As’ary ., Hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman).

Al-Qur’an menggandengkan pembelaan agama dan pembelaan negara dalam firman-Nya:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya :
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8-9).

Ahmad, al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits berkenaan dengan
turunnya ayat ini dari Asma’ binti Abu Bakar ra,

قدمت على امي وهي مشركة فى عهدى رسول الله صلى الله عليه وسلم فا ستفتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم ,قلت, وهي را غبه, افأصل أمي ؟ قال : نعم صلي امك

Ibuku datang kepadaku, beliau seorang musyrik di zaman Rasulullah saw, kemudian aku menanyakan hal ini kepada Rasulullah saw : “bolehkah aku berbuat baik kepadanya?”, Rasulullah saw menjawab: “Ya, berbuat baiklah kepada ibumu”. [6]
Kemudian Allah menurunkan ayat diatas untuk menegaskan bahwa tidak dilarang berbuat baik kepada orang yang tidak memusuhi agama Allah.[7] Artinya berbuat baik dengan siapa saja tidaklah dilarang, bahkan dengan musuh sekalipun, karena hidayah turun hanya dari Allah swt, tidak dapat dipaksakan oleh manusia. Dalam arti manusia tidaklah dapat memberikan hidayah kepada yang lain, apalagi memaksa seseorang untuk mengikuti petunjuknya yang diyakini benar.

Dari makna ayat diatas dapat difahami bahwa pembelaan terhadap negara sama dengan pembelaan kita terhadap agama. Susunan ayatnya diawali dengan yang menjelaskan berbuat baik dengan yang tidak memusuhi, menunjukkan bahwa yang paling utama adalah berbuat baik itu sendiri, perdamaian dan persatuan. Akan tetapi jika mereka memusuhi sehingga membahayakan kesejahteraan agama dan negara, maka secara tegas mereka adalah musuh.
 Nabi juga telah memberikan anjuran membela kelompok, selama pembelaan tersebut tidak ada indikasi dosa didalamnya.

خيركم المدافع عن عشيرته, ما لم يأثم

Sebaik-baik dari kamu adalah pembela keluarga besarnya, selama pembelaannya bukan dosa.[8]
Maka dari itu segala bentuk upaya penistaan agama maupun negara harus ditindak lanjuti dengan sikap tegas. Tegas disini tidak dengan langsung mengangkat senjata dan mengusir mereka, akan tetapi dengan jalan damai yang disenangi oleh agama. Dimana jalan perdamaian adalah jalan yang paling baik ditempuh oleh keduabelah pihak. Kita mengharapkan supaya mereka kembali kepada ajaran Islam yang moderat, tidak gegabah dalam bertindak. Kita telah mendengar bersama bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak perlu mengeluarkan fatwa atas haramnya organisasi Negara Islam Irak dan Suriah.[9] Ini menunjukkan bahwa gerakan ini memang sangat berbahaya dan benar-benar keluar dari ajaran Islam yang memiliki misi di bumi ini sebagai rahmat bagi semuanya, bukan ancaman dan kekerasan kepada manusia.

C. Bentuk-Bentuk Penistaan Negara , Agama dan Upaya Bela Negara
Ada banyak sekali bentuk penistaan Agama dan Negara, berikut beberapa diantaranya:
1. Teror
Salah satu bentuk penistaan agama adalah teror terhadap negara dengan dalih jihad di jalan Allah. Padahal Islam tidak mengajarkan sikap keras terhadap perbedaan pendapat. Kita masih ingat tragedi bom bali satu dan dua, kemudian teror bom di Kompas TV belum lama ini. Mereka melakukan ini dengan alasan jihad dan surga, atau karena tidak suka jika kelompoknya disalahkan dan dianggap berbahaya. Tindakan seperti ini merupakan tindakan yang tidak dibenarkan oleh Islam, mengancam suatu kelompok untuk tidak berkomentar padahal negara kita menganut faham demokrasi dimana kita bebas berpendapat. Salah satu bentuk bela negara adalah menolak dan melindungi negara dan kelompok-kelompok dari serangan teror, baik bentuk fisiknya maupun faham yang disebarkan. Indonesia telah membentuk satuan anti teror yang bertugas mencari, mengawasi, dan membersihkan teror yang ada di Indonesia, namun bentuk teror masih terus berlanjut. Usaha yang perlu dilakukan dalam memberantas gerakan teroris adalah dengan menanamkan cinta tanah air dan persatuan di masyarakat, dengan memberikan pemahaman tentang terorisme dan bahayanya, sehingga masyarakat memiliki alasan sendiri untuk cinta terhadap Indonesia, dan alasan individual terhadap sikap anti terorisme.
2. Radikalisme dan Ekstrimisme
Gerakan radikal telah berkembang lama di Indonesia, salah satunya adalah gerakan mengislamkan Indonesia agar menganut Islam secara utuh. Memang ada beberapa kelompok yang memiliki kesamaan tujuan tetapi berbeda dalam cara yang ditempuh. Menghadapi gerakan radikal seperti ini membutuhkan bantuan dan simpatisan dari berbagai elemen, khususnya pemerintah harus membuat tindakan tegas, baik terhadap tindakan mereka maupun pemikirannya. Selama ini menurut penulis Indonesia terlalu memberikan keluasan terhadap mereka yang memiliki tujuan-tujuan ekstrim, seperti mendirikan Daulah Islamiyah dengan paksa dan sejenisnya.
3. Solusi menghadapi gerakan yang merusak kebangsaan
Sangat penting bagi kita sebagai warga negara Indonesia dan sebagai umat Islam untuk membela negara dan faham kebangsaan. Hal ini dikarenakan adanya dukungan Al-Qur’an terhadap faham kebangsaan, dan juga pelaku gerakan kiri lahir dari golongan kita, yaitu umat Islam. Juga karena agama berperan penting dalam masyarakat, maka agama harus bisa menyumbangkan hal-hal yang penting bagi masyarakat, hal penting tersebut menurut Quraish Shihab ada tiga:
1) Agama hendaknya dapat menjadi pendorong bagi kualitas sumberdaya manusia.
2) Agama hendaknya memberikan kepada individu dan masyarakat suatu kekuatan pendorong untuk meningkatkan partisipasi dalam karya dan kreasi mereka.
3) Agama dengan nila-nilanya harus dapat berperan sebagai isolator yang merintangi seseorang dari segala macam penyimpangan.[10]

Langkah-langkah solutif diperlukan untuk menanggulangi krisis kebangsaan, gerakan yang bertolak dari keyakinan atau pemahaman tidak bijak jika yang di lawan hanya gerakan dan tindakan-tindakannya yang menyimpang. Kita juga perlu meluruskan pemahaman dan keyakinannya itu, tentu dengan cara yang lembut sebagaimana yang telah dilakukan oleh teladan utama umat Islam. Salah satu langkah dalam menangkal penyebaran faham kiri ini adalah dengan membentengi sasaran dakwah mereka, sebagaimana disebutkan pada butir ketiga diatas bahwa agama harus bisa menjadi isolator bagi masyarakat. Langkah ini tentu dengan kecepatan dan ketepatan, cepat dalam arti jangan sampai sasaran sasaran tersebut sudah lebih dahulu mendapat doktrin dari kelompok haluan keras, dan tepat dalam  arti dakwah yang disampaikan harus lebih baik, lebih menarik dari pada yang disampaikan oleh mereka.
Tindakan pencegahan ini bertujuan untuk membuka wawasan masyarakat akan keluasan Islam, dan pandai memilah-milah pendapat yang mana harus diikuti, dan mana yang harus ditolak. Bantuan pemerintah dan lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia untuk merealisasikan langkah pertama ini sangat diperlukan. Dikarenakan sasaran utama dakwah haluan keras adalah orang-orang yang awam akan Islam, fanatik terhadap golongan lain dan memiliki pola berfikir yang sempit. Pemerintah harus tahu tempattempat yang rawan akan penyebaran faham kiri, kemudian meminta MUI atau lembaga keagamaan lain yang giat mensyiarkan faham moderat untuk mengirimkan tutor bagi masyarakat setempat. Langkah lain adalah dengan meluruskan pemahaman pelakunya, langkah ini diambil jika ada kemungkinan bisa merubah atau mempengaruhi faham mereka. Jika tidak, maka langkah penolakan dan pemberantasan perlu dilakukan. Sebagaimana yang disampaikan oleh ketua MUI Din Syamsudin, bahwa tidak ada akar terorisme dan radikalisme dalam Islam. Sehingga kita wajib menolak dan melawannya.













BAB III
PENUTUP
-Kesimpulan
Bela negara dapat diartikan memelihara, melindungi dan melepaskan Negara dari hal-hal yang membahayakan terhadap keutuhan Negara tersebut. Bahaya yang muncul dengan tujuan untuk merusak tatanan negara tidak hanya muncul dari luar, melainkan juga dari dalam.
Islam mendukung faham kebangsaan, dalam bahasa arab dikenal dengan kata Al-Qaumiyah. Memang kata qaum dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 322 kali, tetapi tidak cukup bagi kita untuk mengambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an mendukung faham kebangsaan karena kata tersebut terulang banyak sekali. Apalagi kata qaum tersebut tidak selalu bermakna sesuai dengan makna kebangsaan yang kita fahami saat ini. Kita bisa lihat dari perkataan para nabi yang menyeru umatnya dengan kata “yaa qaumi” walaupun kaumnya tidak beriman.
Kebangsaan yang kita fahami adalah ciri-ciri yang menandai golongan bangsa, terambil dari kata bangsa yang berarti kesatuan dari orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.














DAFTAR PUSTAKA

al-Baqi, Muhammad Fu’ad Abdul. (1364 H). al-Mu’jam al-Mufahros li al- Fadz al-Qur’an al-Karim, Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah
al-Bukhari, Muhammad Isma’il Abu Abdullah. (1422 H). Shahih Bukhari, Kairo: Dar Tuqa al-Najah
al-Sijistani, Abu Daud, Sunan Abu Daud. (tt). Beirut: Maktabah al-‘Ashriyah
al-Zuhaili, Wahbah bin Musthafa. (1418 H). Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, Damaskus: Dar al-Fikr al-Ma’ashir.
Shihab, Muhammad Quraish. (2013) Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan  (2013). Secercah Cahaya Ilahi, Bandung: Mizan
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa DEPDIKNAS. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa.
Website:




[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 158
[2] Ikomo3457.pdf diakses pada tanggal 15 februari 2016
[3] 2 Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahros li al-Fadz al-Qur’an al-Karim, (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1364 H), h. 583-587
[4]  Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa DEPDIKNAS, ... h. 132
[5] 4 Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2013), h. 456
[6] Muhammad Isma’il Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo: Dar Tuqa al-Najah, 1422 H), Juz III, h. 164
[7]  Wahbah bin Musthafa al-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (Damaskus: Dar al-Fikr al-Ma’ashir, 1418 H), Juz XXVIII, h. 134
[8] Abu Daud al-Sijistani, Sunan Abu Daud, (Beirut: Maktabah al-‘Ashriyah, tt), Juz IV, h. 331
[9] http :// www.tempo.co/ read/news/2014/08/10/078598443/MUI-ISIS-Tak-Perlu-Diberi-Fatwa-  Haram. diakses pada 09-Mei-2015

[10] Muhammad Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, (Bandung: Mizan, 2013), h.81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Umat islam akan menyesal jika tidak memperhatikan hal ini

Perhatikanlah hadis nabi yang di kutip dari kitab  berikut ini. سَيَأْتِيْ زَمَانٌ عَلَى اُمَّتِيْ يَفِرُّوْنَ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَ...