AL-QUR’AN
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Al-Qur’an
Hadist II
Dosen
Pembimbing : Bpk. Nirwan Hamid,M.Pd.I
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK 1
M. MAHFUDZ
NASIR : 1511010297
FURQON HAKIM :
MEI ASTUTI :
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG 2015/2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat
kesempatan dan kesehatan sehingga penulisan makalah ini dapat selesai tepat
pada waktunya. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah "Al
quran Hadist II".
Shalawat teriring salam kami haturkan
kepada Nabi Allah, Muhammad SAW,
kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau yang setia sampai akhir
zaman, semoga kita semua mendapat safa’at beliau di yaumul qiamah kelak. Aamiin
ya robbal ‘alamin. Selanjutnya kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing. dan kepada
segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulis
makalah ini. Dalam
penulisan makalah ini kami sadari bahwa
masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisannya, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bandar Lampung, 5 Oktober
2016
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR................................................................................
i
DAFTAR
ISI................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah...............................................................................
2
C. Tujuan.................................................................................................
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Al-qur’an.......................................................................... 3
B. Sejarah singkat
pengumpulan Al-qur’an............................................. 5
C. Keotentikan Al-Qur’an....................................................................... 8
D. Metode
Tafsir.....................................................................................
12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.........................................................................................
15
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam hidupnya membutuhkan
berbagai macam pengetahuan. Sumber dari pengetahuan tersebut ada dua macam
yaitu naqli dan aqli. Sumber yang bersifat naqli ini merupakan pilar dari
sebagian besar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia baik dalam agamanya
secara khusus, maupun masalah dunia pada umumnya. Sumber yang sangat otentik
bagi umat Islam dalam hal ini adalah Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.
Allah SWT
telah menganugerahkan kepada para pendahulu yang selalu menjaga Al-Qur‘an dan
hadits Nabi SAW. Mereka adalah orang-orang jujur, amanah, dan memegang janji.
Sebagian diantara mereka mencurahkan perhatiannya terhadap Al-Qur’an dan
ilmunya yaitu para mufassir, dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya
untuk menjaga hadits Nabi dan ilmunya, mereka para ahli hadits.
Dalam rangka studi Al-Qur’an dan
Hadist yang mulia ini diperlukan upaya yang tidak mudah. Para guru besar serta
ulama terkenal telah banyak menyita waktu dan pikirannya untuk mendalami wahyu dan
mukjizatyang diturunkan oleh
Allah SWT. Sehingga mereka telah banyak meninggalkan
khazanah ilmu pengetahuan yang luar biasa banyaknya, bahkan melimpah ruah dan
tidak akan habis sepanjang masa.
Namun, sekalipun seluruh tenaga untuk mendalami Al-Qur’an
dan Hadist telah dicurahkan, mereka tetap saja masih kekurangan waktu karena
begitu luasnya ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al-qur’an dan Hadist itu.
Itulah sebabnya, diperlukan penyelam yang terjun kedalamnyaagar dapat mengambil
mutiara dan Permata Al-Qur’an dan Hadist dari dasarnya.
Hal itu karena Al-Quran dan Hadist merupakan wahyu Allah
dan mukjizat yang dapat menjadi pedoman hidup manusia. Manusia yang ingin hidup
bahagia di dunia dan akhirat harus memahami serta mengamalkan Al-Quran dan
Hadist.
B. Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini akan dibicarakan beberapa permasalahan, sebagai berikut:
1. Apa pengertian Al-qur’an ?
2. Jelaskan
sejarah singkat pengumpulan Al-qur’an ?
3. Bagaimana Keotentikan Al-qur’an ?
4. Jelaskan mengenai Metode Tafsir ?
C. Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi salah satu tugas mata
kuliah Ilmu Pendidikan Umum/Islam yang ada di IAIN Raden Intan Lampung,
selain itu penulisan makalah ini juga bertujuan untuk:
1. Mengetahui Pengertian Al-qur’an.
2. Mengetahui Sejarah
singkat pengumpulan Al-qur’an.
3. Mengetahui
keotentikan Al-qur’an.
4. Mengetahui Metode Tafsir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Al-Qur’an
1. Pengertian Al-Qur’an
a. Secara etimologi (bahasa)
Para ulama berbeda pendapat dalam
menjelaskan kata Al-Quran dari sisi derivasi (isytiqaq), cara melafalkan
(apakah memakai hamzah atau tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat
atau kata jadian. Para ulama yang mengatakan bahwa cara
melafalkannya menggunakan hamzah pun telah terpecah dalam dua pendapat :
1. Sebagian dari mereka, di antaranya Al-Lihyani, berkata
bahwa kata Al-Quran merupakan kata jadian dari kata dasar qara'a (membaca)yKata
ini kemudian dijadikan sebagai nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi kita, Muhammad SAW. Mereka merujuk firman Allah
[1]:
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُۥ وَقُرْءَانَهُۥ (١٧)
فَإِذَا قَرَأْنَٰهُ فَٱتَّبِعْ قُرْءَانَهُۥ (١٨)
Artinya:
"Sesungguhnya alas
tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya niaka ikutilah bacaannya
itu. "
(Q.S. Al-Qiyamah: 17-18)
2. Sebagian dari mereka, di
antaranya Az-Zujaj, menjelaskan bahwa kata Al-Quran merupakan kata
sifat, diambil dari kataal-qar yang artinya menghimpun surat, ayat,
kisah, perintah, dan larangan, atau menghimpun intisari kita-kitab suci
sebelumnya.
Para ulama yang mengatakan bahwa
cara melafalkan kata Al-Qur’an tidak menggunakan hamzah pun terpecah
menjadi dua kelompok :
3. Sebagian dari mereka, di antaranya adalah AI-Asy'ari,
mengatakan bahwa kata Al-Quran diambil dari kata kerja "qarana"(menyertakan) karena Al-Quran menyertakan
surat, ayat, dan huruf-huruf.[2]
4. Al-Farra' menjelaskan bahwa kata "Al-Quran"
diambil dari kata dasar "qara'in" (penguat) karena Al-Quran
terdiri dari ayat-ayat yang saling menguatkan, dan terdapat kemiripan antara
satu ayat dan ayat-ayat lainnya.
Pendapat lain bahwa Al-Quran sudah merupakan sebuah nama
personal (al- 'alam asy-syakhsyl), bukan merupakan derivasi, bagi kitab
yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW. Para ulama telah menjelaskan bahwa
penamaan itu menunjukkan bahwa Al-Quran telah menghimpun intisari kitab-kitab
Allah yang lain, bahkan seluruh ilmu yang ada. Hal
itu sebagaimana telah diisyaratkan oleh firman Allah pada surat Al-An'am : 38
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ
أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ
رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Artinya:
Dan tiadalah
binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
b.
Pengertian Terminologi (Istilah)
1. Menurut
Manna' Al-Qaththan
Kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dan
yang membacanya memperoleh pahala.
2. Menurut
Al-Jurjani
Yang
diturunkan kepada Rasullah SAW, yang ditulis didalam mushaf dan yang
diriwayatkan tanpa keraguan.
3. Menurut
Fuqaha
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya,
Muhammad, lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai
ibadah, dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah [1] sampai
akhir surat An-N as [114].
B. Sejarah singkat
pengumpulan Al-qur’an
Al-Quran diturunkan dalam waktu 22 tahun 2
bulan 22 hari mulai dari malam 17 Ramadhan tahun 41dari kelahiran Nabi sampai 9
Dzulhijjah Haji Wada' tahun 63dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H.[3]
a. Proses turunnya Al-Quran kepada Nabi Muhammad
SAW. Ini melalui tiga tahapan, yaitu:
1.
Al-Qur’an
turun sekaligus dari Allah ke Lauh al Mahfuzh
2.
Al-Qur’an
di turunkan dari Lauh al Mahfuzh ke Bait Al-Izzah
3. Al-Qur’an di turunkan dari Bait Al-Izzah ke
hati Nabi Muhammad berangsur-angsur melalui malaikat jibril
b. Proses pengumpulan Al-Qur’an
1. Proses
penghapalan Al-Qur’an
Kedatangan wahyu merupakan
sesuatu yang dirindukan Nabi. Oleh karena itu, ketika datang wahyu.Nabi
langsungmenghapal dan memahaminya. Dengan demikian Nabi adalah orang pertama
yang menghapal Al-Quran. Tindakan Nabi merupakan suri teladan bagi para
sahabatnya.
Imam
Al-Bukhari mencatat sekitar tujuh orang sahabat Nabi yang terkenal dengan
hapalan Al-Qurannya, 'Abdullah bin Mas'ud, Salim bin Mi'qal (maula'-nya Abu
Hudzaifah), Mu'adz bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin
As-Sakan, danAbu-Darda'.
2. Proses
penulisan Al-Qur’an
a. Pada
masa Nabi
Kerinduan
Nabi terhadap wahyu diekspresikan dalam bentuk hapalan saja tetapi dalam bentuk
tulisan. Nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus mencatat wahyu, yaitu Abu
Bakar, 'Umar, 'Utsman, 'AH, Abban bin Sa'id, Khalid bin Al-Wa!id, dan Mu'awiyah
bin Abi Sufyan.
Proses penulisan Al-Quran
pada masa Nabi sungguh sangat sederhana. Mereka menggunakan alat tulis
sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah korma, tulang belulang, dan batu.
Kegiatannya itu didasarkan hadistNabi SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Muslim yang berbunyi:
"Janganlah kamu
menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Quran, Barang siapa telah
menulis dariku selain Al-Quran, hendak-lah ia menghapusnya." (HR.Muslim)
b. Pada
Masa Abu Bakar
Kaum
muslimin melakukan konsensus untuk mengangkat Abu Bakar al-Shiddiq sebagai
khalifah sepeninggal Nabi Saw. Pada awal pemerintahan Abu Bakar, terjadi
kekacauan akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta pengikut-pengikutnya. Mereka
menolak membayar zakat dan murtad dari Islam. Pasukan Islam yang dipimpin
Khalid bin al-Walid segera menumpas gerakan itu. Peristiwa tersebut terjadi di
Yamamah tahun 12 H. Akibatnya, banyak sahabat yang gugur, termasuk 70 orang
yang diyakini telah hafal al-Qur’an.
Setelah
syahidnya 70 huffazh, sahabat Umar ibn Khattab meminta kepada khalifah Abu
Bakar, agar al-Qur’an segera dikumpulkan dalam satu mushaf. Dikhawatirkan
al-Qur’an itu secara berangsur-angsur hilang, seandainya al-Qur’an itu hanya
dihafal saja, karena para penghafalnya semakin berkurang.
Semula
khalifah Abu Bakar itu ragu-ragu untuk mengumpulkan dan membukukan ayat-ayat al-Qur’an, karena
hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Saw. Tapi setelah beliau shalat
istikharah, kemudian beliau mendapat kesesuaian pendapat dengan usul sahabat
Umar bin Khattab.
Pada
waktu munaqasyah antara khalifah Abu Bakar dengan sahabat Umar diundang pula
penulis wahyu pada zaman Rasul yang paling ahli yaitu Zaid bin Tsabit. Kemudian
ia menyetujui pula akan gagasan itu. lalu dibentuklah sebuah tim yang dipimpin
Zaid bin Tsabit dalam rangka merealisasikan mandat dan tugas suci tersebut.
Pada mulanya, Zaid keberatan, tetapi akhirnya juga dapat diyakinkan.
Abu
Bakar memilih Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukannya dalam qira’at, penulisan,
pemahaman, dan kecerdasan serta kehadirannya pada masa pembacaan Rasulullah Saw
yang terakhir kalinya.Zaid bin Tsabit melaksanakan tugas yang berat dan mulia
tersebut dengan sangat hati-hati di bawah petunjuk Abu Bakar dan Umar. Sumber
utama dalam penulisan tersebut adalah ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis dan
dicatat di hadapan Nabi Saw dan hafalan para sahabat. Di samping itu, untuk
lebih hati-hati, catatan-catatan dan tulisan al-Qur’an tersebut baru
benar-benar diakui berasal dari Nabi Saw bila disaksikan oleh dua orang saksi
yang adil.
c. Pada
masa Usman bin Affan
Pada
masa pemerintahan Utsman, wilayah negara Islam telah meluas sampai ke Tripoli
Barat, Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu, Islam sudah tersebar ke beberapa
wilayah di Afrika, Syiria dan Persia. Para penghafal al-Qur’an pun akhirnya
menjadi tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru, yaitu silang pendapat di
kalangan kaum muslimin mengenai bacaan (qira’at) al-Qur’an.
Para
pemeluk Islam di masing-masing daerah mempelajari dan menerima bacaan al-Qur’an
dari sahabat ahli qira’at di daerah yang bersangkutan. Penduduk Syam misalnya,
belajar al-Qur’an pada Ubay bin Ka’ab. Warga Kufah berguru pada Abdullah bin
Mas’ud sementara penduduk yang tinggal di Basrah berguru dan membaca al-Qur’an
dengan qira’at Abu Musa al-Asy’ari.
Versi
qira’at yang dimiliki dan diajarkan oleh masing-masing ahli qira’at satu sama
lain berlainan. Hal ini rupanya menimbulkan dampak negatif di kalangan umat
Islam waktu itu. Masing-masing saling membanggakan versi qira’at mereka dan
saling mengakui bahwa versi qira’at mereka yang paling baik dan benar.
Melihat
kenyataan yang memprihatinkan ini Utsman segera mengundang para sahabat dari
Anshar dan Muhajirin bermusyawarah mencari jalan keluar dari masalah serius
tersebut. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan agar mushaf Abu Bakar disalin
kembali menjadi beberapa mushaf. Mushaf-mushaf itu nantinya dikirim ke berbagai
kota atau daerah untuk dijadikan rujukan bagi kaum muslimin terutama manakala
terjadi perselisihan qira’at al-Qur’an antar mereka.
Untuk
terlaksananya tugas tersebut, khalifah Utsman menunjuk satu tim yang terdiri
dari empat orang sahabat, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah ibn Zubair, Sa’id ibn
al-‘As dan Abdurrahman ibn al-Haris ibn Hisyam. Keempat orang ini adalah para
penulis wahyu. Tim ini bertugas menyalin mushaf al-Qur’an yang tersimpan di
rumah Hafsah, karena dipandang sebagai mushaf standar.
Hasil
kerja tim tersebut berjudul empat mushaf al-Qur’an standar. Tiga diantaranya
dikirim ke Syam, Kufah, dan Basrah dan satu mushaf ditinggalkan di Madinah
untuk Utsman sendiri yang nantinya dikenal sebagai al-Mushaf al-Imam.
Adapun mushaf yang semula
dari Hafsah dikembalikan lagi kepadanya. Ada juga riwayat yang mengatakan
jumlah pengadaan mushaf sebanyak 5 buah,
ada lagi yang menyebut 7 buah dan dikirim selain tiga tempat di atas ke Mekkah,
Yaman, dan Bahrain. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan al-Qur’an
dapat diselesaikan secara tuntas, Utsman memerintahkan semua mushaf al-Qur’an
yang berbeda dengan hasil kerja “panitia empat” ini segera dibakar.
C. Keotentikan Al-Qur’an
Yang dimaksud dengan otentitas al-Qur-an dalam
pembahasan ini adalah bahwa al-Qur-an yang ada pada kita sekarang ini
benar-benar terpelihara kemurniannya. Dari definisi al-Qur-an sebagaimana
disebutkan di atas terlihat bahwa al-Qur-an itu murni, asli, tanpa ada
perubahan, penambahan atau pengurangan sedikitpun. Masalah ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Masa Turunnya
Al-Qur-an
diturunkan secara berangsur-angsur dalam waktu lebih kurang 23 tahun. Menurut
beberapa riwayat, setelah bi`tsah, Rosululloh Saw hidup di Mekah selama 13
tahun, kemudian hijrah kemadinah dan bermukim dikota ini hingga akhir hayatnya,
yakni selama 10 tahun. Ibn Abbas mengatakan, Rosululloh diangkat sebagai nabi
dan rosul dalam usia 40 tahun. Setelah bi`tsah beliau tinggal di Mekah 13 Tahun
dan selama itu beliau menerima wahyu. Beliau wafat dalam usia 63 tahun.
Beberapa sumber riwayat memperkirakan masa turunnya wahtu seluruhnya 20 tahun,
tetapi ada juga yang memperkirakan kurang lebih 25 tahun, namun yang masyhur
adalah 23 tahun.
Menurut
al-Sya`bi, al-Qur-an mula-mula turun pada malam qodar (lailatul qodar). Setelah
itu, ia terus diturunkan secara berangsur-angsur. Pendapat ini berdasarkan pada
firman Alloh Swt.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ
فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan.” {Q.S
Al-Qodr (17) : 106}
وَقُرْآنًا
فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلا
Artinya:
“Dan Al Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian.” {Q.S Al-Isro (17) : 106}
Tujuan
Al-Qur-an diturunkan secara berangsur-angsur itu adalah agar Rosululloh Saw dan
para sahabatnya dapat menyimak, memahami, mengamalkan, dan memeliharanya dengan
baik. Rosululloh membacakannya di hadapan para sahabatsecara perlahan-lahan dan
para sahabat membacanya sedikit demi sedikit.[4]
2) Yang
Menyampaikan Al-Qur-an.
Al-Qur-an
member informasi bahwa ia diturunkan dari lauh mahfudz ke dunia melalui
Malaikat Jibril. Lauh Mahfudz adalah tempat yang terpelihara semacam disket
dalam system computer yang terpelihara secara apik dari gangguan dan
pengrusakan. Hal ini dijelaskan dalam ayat yang berbunyi:
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ
مَجِيدٌ. فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ.
Artinya:
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur'an yang mulia, yang (tersimpan)
dalam Lohmahfuz.” {Q.S Al-Buruj (85) : 21-22}.
Jibril
yang tampil sebagai mediator proses turunnya ayat dari Tuhan kepada Nabi
Muhammad Saw, dikenal sebagai malaikat yang dimuliakan Tuhan. Ia juga dikenal
dengan julukan al-Ruhul Amin, malaikat yang terpercaya. Hal ini dapat menambah
argument di atas bahwa al-Qur-an benar-benar terjaga kemurniannya karena
mediatornya adalah utusan yang terpercaya. Dalam hubungan ini Alloh Swt
berfirman:
إِنَّهُ لَقَوْلُ
رَسُولٍ كَرِيمٍ
Artinya:
“Sesungguhnya Al Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan
kepada) Rasul yang mulia.” {Q.S Al-Haqqoh (69) : 40}
نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ
الأمِينُ. عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ
Artinya:
“dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar
kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” {Q.S
As-Syu`aro (26) : 193-194}
3) Penerima Al-Qur-an
Sebagaimana
disebutkan di atas, wahyu dari Alloh Swt disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw
melalui malaikat Jibril. Sebagai penerima wahyu, Nabi Muhammad dianugrahi Alloh
sifat-sifat mulia yang mustahil ia berdusta.
Akhlaq
beliau sangat agung. Hal ini ditegaskan Alloh dalam firmanNya:
وَإِنَّكَ
لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”{Q.S Al-Qolam
(68) : 4}
Sejarah
perjuangan dari riwayat hidupnya ditulis lengkap dan setiap episode dari
perjuangannya mengandung nilai-nilai yang luhur. Ribuan buku ditulis mengenai
dirinya. Husain Haikal misalnya, menulis buku tebal berjudul hayaatu Muhammad (Riwayat
Hidup Nabi Muhammad Saw). Ibnu Qoyyim al-Jauziyah menulis buku Zaadul Ma`ad
yang menceritakan kehidupan Nabi Muhammad dari bernagai aspeknya. Bernard Lewis
berkata”, Sejarah Muhammad dan asal usul Islam, diakui Ernest Renan, sangat
berbeda dengan agama-agama lain. Agama lain dibumbui oleh cerita misteri,
sedangkan Islam dilahirkan penuh dengan cahaya sejarah. Akar-akarnya menghujam
dalam kehidupan pendirinya. Muhammad Saw kita kenal dengan baik, sebagaimana
kita mengenal dengan baik tokoh-tokoh reformer di abad keenam belas.[5]
4) Para Penulis
Al-Qur-an
Al-Qur-an
terdiri dari 6666 ayat yang dihimpun dalam 114 surat, mulai dari surat
al-fatihah sampai surat an-Nas, kemurnian dan keaslian ayat-ayat tersebut dapat
dilihat antara lain dari proses penulisannya. Wahyu pertama yang diterima Nabi
ialah ayat 1 s/d 5 surat al-Alaq, ketika beliau berada di Gua Hiro, sedangkan
wahyu terakhir adalah ayat ke 3 surat al-Maidah, pada waktu beliau wukuf di
arofah melakukan HAji Wada` 9 Zulhijah, tahun ke 10 Hijrah, bertepatan dengan 7
Maret 632 M. Salah satu factor yang dapat menjamin keaslian dan
kemurnian al-Qur-an ialah teks al-Qur-an itu ditulis sesuai dengan tuntunan dan
petunjuk Rosululloh. Penulisannya dilakukan dihadapan beliau sendiri. Untuk
keperluan penulisan tersebut Rosululloh mengerahkan sejumlah penulis seperti
Khulafaur Rosyidin yang empat, Amir bin Fuhairoh, Ubay bin Ka`ab, Tsabit bin
Qois bin Samas, Zaid bin Tsabit, Mu`awiyyah bin Abi Sufyan, termasuk saudara
Abu Sufyan: Yazid bin Syu`bah, Zubair bin Awwam, Kholid bin Walid, `Alla bin
Al-Hadhromy, Amr bin `Ash, Abdullah bin Al-Hadromy, Muhammad bin Maslamah, dan
Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin salul.[6]
D. Metode Tafsir
Kata metode berasal dari bahasa
yunani “methodos” yang berarti “cara atau jalan”. Dalam
bahasa Inggris kata ini ditulis “method” dan bahasa Arab
menerjemahkannya dengan “thariqat” dan “manaj”. Dan dalam
pemakaian bahasa indonesia kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur
dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan
sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.[7] Kata tafsir
berasal dari bahasa Arab, yaitu fassaara,
yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian.
Selain itu, tafsir dapat pula berarti al idlah wa
altabiyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Menurut Imam al-Zarqhoni
mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Quran baik dari
segi pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki Allah Swt menurut kadar
kesanggupan manusia. Selanjutnya Abu Hayan, sebagaimana dikutip al-Sayuthi,
mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang didalamnya terdapat pembahasan
mengenai cara mengucapkan lafal-lafal al-Quran disertai makna serta hukum-hukum
yang terkandung didalamnya[8]. Di antara metode-metode tafsir adalah sebagai berikut:
1. Metode tahlili
Tahlili
adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat
al-qur’an dari seluruh aspeknya. Seorang penafsir yang mengikuti metode ini
menafsirkan ayat-ayat secara runtut dari awal hingga akhirnya, dan dan surat
demi surat sesuai dengan mushaf utsmany. Untuk itu mereka menguraikan kosa kata
dan lafadz, menjelaskan arti yang di kehendaki, juga unsur-unsur i’jaz dan
balaghoh, serta kandungan dalam berbagai aspek pengetahuan dan
hukum.penafsiranya juga tidak mengabaikan asbabun nuzul suatu ayat, munasabah
antara ayat satu dengan yang lain.
2. Metode Ijamali
Metode
ijmali adalah metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat qur’an dengan cara
mengemukakan makna global.Dengan metode ini penafsir menjelaskan arti dan
maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa
menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Penafsiran dengan metode ini, dalam
penyampaianya, menggunakan bahasa yang ringkas Dan sederhana, serta memberikan
idiom yang mirip, bahkan sama dengan bahasa al-qur’an. sehingga pembacanya
merasakan seolah-olah al-qur’an sendiri yang bicara denganya.[9]
3. Metode Muqarrin
Beberapa literatur menyebutkan bahwa metode muqarrin
adalah 1) membandingkan teks(nash) ayat-ayat al-qur’an yang memiliki persamaan
atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi
yang berbeda bagi kasus yang sama; 2) membandingkan ayat al-qur’an dengan hadis
yang pada lahirnya terlihat bertentangan; dan 3) membandingkan berbagai
pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-qur’an. Perbandingan adalah
ciri-ciri utama dari metode muqarrin.
4. Metode Maudhi’i
Tafsir al-qur’an dengan metode maudhui atau yang biasa
disebut dengan tafsir maudhu’i ada dua bentuk.pertama, pembahasan mengenai satu
surah secara utuh dan menyeluruh, menjelaskan kolerasi antara berbagai masalah
yang dikandungnya, sehingga surat ini tampak dalam bentuk yang benar-benar utuh
dan cermat. Kedua, menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama
membicarakan satu masalah tertentu; Ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa
dan diletakan dibawah satu tema bahasan dan selanjutnya ditafsirkan secara
maudhu’i.
tafsir maudhui dalam
bentuknya yang kedua adalah istilah baru dari ulama tafsir zaman sekarang
dengan pengertian: menghimpun ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai maksud yang
sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunya
berdasarkan kronologi serta sebab turunya ayat tersebut, kemudian penafsir
mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan.[10]
BAB III
PENUTUP
-Kesimpulan
Pengertian Al-Qur’an secara etimologi (bahasa) adalah Sebagian dari mereka, di antaranya Al-Lihyani, berkata bahwa kata Al-Quran
merupakan kata jadian dari kata dasar qara'a (membaca)yKata ini
kemudian dijadikan sebagai nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
kita, Muhammad SAW. Al-Quran diturunkan dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari mulai dari
malam 17 Ramadhan tahun 41dari kelahiran Nabi sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada'
tahun 63dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H. Dari definisi al-Qur-an sebagaimana disebutkan di
atas terlihat bahwa al-Qur-an itu murni, asli, tanpa ada perubahan, penambahan
atau pengurangan sedikitpun. Masalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut:Masa
Turunnya, Yang Menyampaikan Al-Qur-an, Penerima Al-Qur-an, Para
Penulis Al-Qur-an
Di antara metode-metode tafsir adalah sebagai berikut:
1. Metode tahlili
2. Metode Ijamali
3. Metode Muqarrin
4. Metode Maudhi’i
[9] M.alfatih
suryadilaga,dkk,metodologi ilmu tafsir,(yogyakarta:TERAS
Ngawen Maguwoharjo Sleman,2005)hlmn.41-46
[10]Lukman Nul
Hakim.Metodologi dan kaidah-kaidah tafsir
,(Palembang:Grafika Telindo Press,2009),hlmn.103-106
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata,2011, Metodologi
Studi Islam,Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Anwar Rosihon,2000,Ululmul Qur’an,Bandung:Pustaka setia .
Harun Nasution,1979, Islam ditinjau dari
berbagai aspeknya, Jilid I.
Lukman Nul Hakim,2009,Metodologi dan kaidah-kaidah tafsir,Palembang:Grafika
Telindo Press.
M.alfatih suryadilaga,dkk,2005,metodologi ilmu tafsir,yogyakarta:TERAS
Ngawen Maguwoharjo Sleman.
Muhammad Hudhori Bek, 1954,Tarikh al-Tasyri al-Islamy, cet. VI.
Nasaruddin Baidan, 2002,Metode
Penafsiran Al-Quran, Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Nasrudin Rozak,1977, Dienul
Islam, Al-Maarif, Bandung, cet. II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar